Rabu 04 Apr 2018 20:05 WIB

'KPU tak Bisa Larang Mantan Napi Korupsi Jadi Caleg'

Riza menilai UU Pemilu membolehkan mantan narapidana menjadi calon legislatif

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Ratna Puspita
Ahmad Riza Patria.
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Ahmad Riza Patria.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi II DPR Ahmad Riza Patria menyatakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak bisa membuat regulasi yang melarang mantan narapidana kasus korupsi menjadi calon legislatif (caleg) melalui Peraturan KPU. Dia berpendapat Undang-Undang Pemilu membolehkan mantan narapidana menjadi calon legislatif.

Tak hanya itu, menurut Riza, di dalam UU Dasar 1945 juga mengatur bahwa siapapun termasuk mantan narapidana mempunyai hak yang sama untuk dipilih ataupun memilih. "Karena itu, KPU tidak bisa membuat Peraturan KPU yang bertentangan dengan UU," kata dia kepada Republika, Rabu (4/4).

Riza menjelaskan, di dalam UU Pemilu, mantan narapidana yang tentunya telah menjalani hukuman berdasarkan putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap diperkenankan menjadi caleg atau mengikuti pemilihan umum. "Yang bersangkutan dianggap telah melaksanakan putusan pengadilan," ujarnya.

Untuk menghadirkan caleg yang berintegritas dan bersih, lanjut Riza, KPU cukup memberikan imbauan kepada parpol untuk menghadirkan caleg yang bersih melalui Peraturan KPU. Atau, dia menyebutkan, dengan membuat syarat lain. 

Dia menerangkan syarat lain misalnya untuk menjadi caleg itu harus melampirkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). "Utamanya begitu, karena sebelumnya kan hanya SKCK (Surat Keterangan Catatan Kepolisian). Nah ini ditambah LHKPN sebagai bentuk komitmen diperiksa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi harta kekayaannya," katanya.

Pasal 240 ayat 1 huruf (G) UU Pemilu Nomor 7 tahun 2017, yang berbunyi bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota adalah Warga Negara Indonesia dan harus memenuhi persyaratan tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, kecuali secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana.

Berdasarkan aturan tersebut, KPU membuat aturan turunan atau PKPU. KPU memperluas tafsir aturan tersebut dengan menerapkan larangan untuk mantan narapidana untuk kejahatan luar biasa seperti pedofilia dan narkoba.

KPU juga memasukkan aturan terkait mantan narapidana korupsi karena ingin mewujudkan pemerintahan bersih. Ini kemudian memicu perdebatan karena sebagian pihak menganggap korupsi bukan lagi kejahatan luar biasa. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement