Selasa 03 Apr 2018 13:35 WIB

Eks Karyawan Sri Ratu Kembali Tuntut Pesangon

Pembayaran pesangon dilakukan dengan dicicil.

Rep: Bowo Pribadi/ Red: Dwi Murdaningsih
phk (ilustrasi)
Foto: cbc.ca
phk (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Puluhan eks karyawan Pasaraya Sri Ratu kembali turun ke jalan menolak kebijakan pesangon. Mereka merupakan bagian dari ratusan karyawan yang telah di PHK oleh manajemen pada Desember 2017 lalu.

Dalam aksi kali ini, mereka kembali mendesak pihak manajemen dapat memberikan hak pesangon tersebut, sesuai dengan UndangUndang Nomor 13 Tahun 20013 tentang Ketenagakerjaan.

Koordinator eks pekerja Pasaraya Sriratu Pemuda, Karmanto mengatakan, para pekerja yang turun ke jalan ini tetap menganggap telah menjadi korban PHK sepihak oleh manajemen Pasaraya Sri Ratu.

Sampai hari ini, mereka sebanyak 75 orang tetap menolak menerima pesangon yang diberikan manajemen. "Selain tak sesuai dengan ketentuan Undang Undang Ketenagakerjaan, pesangon tersebut pembayarannya juga dicicil," kata dia, Selasa (3/4).

Ia juga menjelaskan, cerita pilu para eks karyawan Pasaraya Sri Ratu ini berawal pada Desember 2017 lalu. Saat itu, mereka menerima kabar mendadak manajemen telah memutus hubungan kerja secara sepihak.

Saat itu, manajemen perusahaan menawarkan kompensasi pesangon yang tidak sesuai aturan perundangan yangberlaku atau lebih kecil. Selain itu pembayaran pesangon tersebut juga dicicil.

Meski ada sebagian pekerja yang maumenerima kompensasi tersebut, sebanyak 75 orang eks karyawan tetap menolak. "Kami yang telah mengabdikan diri di perusahaan ini selama puluhan tahun menolak kompensasi PHK tersebut," kata dia.

Mereka meminta diberikan pesangon sesuaidengan ketentuan UU 13/20013 dan dibayar sekali pada bulan Desember 2017. Terkait dengan tuntutan ini telah dibahas dalam pertemuan yang difasilitasi Dinastenaga Kerja Kota Semarang.

Bahkan sebagai mediator, Dinas Tenaga Kerja telah menerbitkan anjuran dari agar perusahaan membayar sekaligus uang pesangon sebesar 1 kali ketentuan Undang Undang Nomor 13/2003 penuh danmembayar upah selama proses perselisihan.

Namun perusahaan tidak bersedia memberikan sesuai apa yang menjadi permintaan eks pekerja dan prosesperundingan bipartit tersebut tidak mencapai kesepakatan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement