Sabtu 31 Mar 2018 18:17 WIB

KPU Revisi PKPU Peserta Pilkada Bermasalah Jika Ada Perppu

KPU berhati-hati dalam melakukan diskresi tanpa aturan yang jelas dalam UU.

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Ratna Puspita
Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Ilham Saputra
Foto: RepublikaTV/Havid Al Vizki
Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Ilham Saputra

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Ilham Saputra mengatakan pemerintah harus menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) jika ingin mendorong revisi Peraturan KPU (PKPU) pencalonan kepala daerah. KPU tetap menegaskan tidak akan merevisi PKPU tanpa ada revisi terhadap UU Pilkada Nomor 10 Tahun 2016.

"Jika kami diminta untuk merevisi PKPU maka silakan pemerintah membuat Perppu-nya, atau silakan jika ada masyarakat sipil yang memiliki legal standing melakukan uji materi UU Pilkada ke Mahkamah Konstitusi (MK), atau kemudian juga ada revisi (UU secara terbatas) dari DPR," ujar Ilham kepada wartawan usai mengisi diskusi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (31/3).

Jika ada satu dari tiga kondisi tersebut maka usulan revisi PKPU bisa diakomodasi oleh KPU. Sebab, Ilham menegaskan jika hingga saat ini KPU masih mengacu kepada UU Nomor 10 Tahun 2016 sebagai dasar hukum bagi status calon kepala daerah bermasalah hukum.

UU Pilkada tersebut mengatur penggantian calon kepala daerah oleh parpol atau gabungan parpol atau perseorangan hanya bisa terjadi dengan sejumlah syarat. Yakni, calon tidak lolos tes kesehatan, berhalangan tetap dan dijatuhi pidana berdasarkan putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap. 

"Calon kepala daerah yang tersangka korupsi itu statusnya masih tersangka, maka (status hukum) belum berkekuatan hukum tetap. Belum diputuskan oleh pengadilan apakah dia bersalah atau tidak. Mengapa kami sampai saat ini belum melakukan revisi PKPU, karena UU Pilkada masih menyatakan demikian," kata Ilham.

Dia melanjutkan, KPU juga mempertimbangkan untuk berhati-hati dalam melakukan wewenang diskresi atau mengatasi persoalan tanpa aturan yang jelas dalam UU. Ini merespons usulan pemerintah agar KPU melakukan kewenangan diskresi dengan melakukan revisi terhadap PKPU pencalonan kepala daerah.

"KPU tidak mau (melakukan kewenangan diskresi). Kami harus hati-hati. Kalau Perppu dikeluarkan, maka baru kita bisa melakukan revisi PKPU," tambah Ilham.

Direktur Jenderal (Dirjen) Otonomi Daerah Otda Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Sumarsono mengatakan pemerintah tetap memilih opsi revisi PKPU tentang pencalonan kepala daerah dibandingkan mengeluarkan perppu yang memungkinkan adanya penggantian calon kepala daerah terjerat hukum. Kemendagri mengingatkan adanya wewenang diskresi yang dimiliki oleh KPU.

"Kami lebih nyaman dengan opsi melakukan revisi PKPU. Sebab, opsi mengeluarkan perppu itu kan harus ada alasan yang sangat darurat. Sementara jika kita lihat, kondisi saat ini belum darurat," ujar Sumarsono ketika dihubungi Republika, Jumat (30/3).

Sumarsono menjelaskan, hal yang dimaksud darurat adalah membahayakan atau mengancam negara. Sementara itu, lanjut dia, jika hanya ada pengurangan jumlah calon kepala daerah akibat menjadi tersangka korupsi maka kondisi ini belum dapat disebut darurat.

Alasan kedua, kata Sumarsono, KPU tidak dilarang untuk melakukan pengaturan di dalam PKPU jika memang tidak ada aturan pokok dalam UU Pilkada. Menurutnya, kondisi ini terkait dengan diskresi atau kewenangan mengatasi persoalan jika tidak ada aturan yang jelas di dalam undang-undang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement