Rabu 28 Mar 2018 19:25 WIB

Jaksa KPK: Uang untuk Setnov Disamarkan

Johanes Marliem dan Anang Sugiana mengirimkan uang ke Setya Novanto.

Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo usai menjalani sidang  perdana dengan agenda pembacaan dakwaan  di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (28/3).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo usai menjalani sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (28/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menyatakan uang sebesar 7,3 juta dolar AS untuk mantan Ketua DPR Setya Novanto diberikan dengan cara disamarkan. Hal itu terungkap dalam sidang pembacaan dakwaan Direktur Utama PT Quadra Solutions Anang Sugiana Sudiharjo.

"Guna melaksanakan kesepakatan tersebut, Johannes Marliem dan terdakwa kemudian mengirimkan uang kepada Setya Novanto dengan terlebih dahulu menyamarkannya," kata JPU KPK Lie Putra Setiawan dalam sidang pembacaan dakwaan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (28/3).

Pemberian fee tersebut sudah dibicarakan sejak Februari 2010. Ketika itu, Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri saat itu Irman memberitahu pengusaha Andi Agustinus terdapat commitment fee atau biaya komitmen sebesar 10 persen dari nilai kontrak. 

Commitment fee itu nantinya harus ditanggung oleh penyedia barang/ jasa. Dengan perincian, sebesar 5 persen untuk DPR RI dan 5 persen lainnya untuk Kemendagri.

Sekitar akhir Desember 2011, ketua Komisi II saat itu Chairuman Harahap menagih commitment fee kepada Irman. Kemudian, Irman menagih ke Anang, Andi Agustinus, Paulus Tannos, dan Johannes Marliem.

Akhirnya pemberian fee disepakati sebesar 3,5 juta dolar AS oleh Anang. Dananya diambil dari bagian pembayaran PT Quadra Solution kepada Johannes Marliem melalui perusahaan Biomorf Mauritius dan PT Biomorf Lone Indonesia.

Kemudian, dana ditransfer ke rekening Made Oka Masagung di Singapura dan akhirnya diserahkan kepada Setya Novanto. Johannes Marliem akan mengirimkan beberapa invoice kepada Anang sebagai dasar untuk pengiriman uang.

Dengan demikian, seolah-olah pengiriman uang tersebut merupakan pembayaran PT Quadra Solution kepada Biomorf Mauritius atau PT Biomorf Lone Indonesia. Selain itu, terdakwa juga melakukan pertemuan dengan Johannes Marliem dan Sugiharto guna membahas jumlah fee yang akan diberikan kepada Setya Novanto.

"Rencananya akan diberikan sejumlah Rp 100 miliar, namun jika tidak memungkinkan maka akan diberikan hanya sejumlah Rp70 miliar," tambah jaksa.

Cara pengiriman uang adalah dengan memberikan uang-uang tersebut tidak langsung kepada Setya Novanto. Akan tetapi, melalui proses transfer ke beberapa rekening perusahaan dan money changer tertentu, baik di dalam maupun di luar negeri.

Uang tersebut selanjutnya diterima oleh Setya Novanto dengan cara dan perincian sebagai berikut:

1. Diterima oleh Setya Novanto melalui Made Oka Masagung dengan jumlah keseluruhan 3,8 juta dolar AS dengan rincian melalui rekening OCBC atas nama OEM Investment, Pte. Ltd sejumlah 1,8 juta dolar AS dan melalui rekening Delta Energy, Pte. Ltd di Bank DBS Singapura sejumlah 2 juta dolar AS.

2. Diterima oleh Setya Novanto melalui Irvanto Hendra Pambudi Cahyo pada 19 Januari-19 Februari 2012 dengan jumlah keseluruhan 3,5 juta dolar AS. Sehingga total uang yang diterima Setnov berjumlah 7,3 juta dolar AS

"Bahwa uang yang diberikan kepada Setya Novanto, Irman, Sugiharto, Diah Anggraeni, dan pihak-pihak lainnya menjadi penyebab Konsorsium PNRI tidak dapat menyelesaikan pekerjaannya sebagaimana tercantum dalam kontrak," tegas jaksa.

Realisasi biaya atas pekerjaan barang yang dilakukan oleh PT Quadra Solution dalam pelaksanaan proyek KTP-e adalah Rp1,87 triliun dan mendapatkan keuntungan sejumlah Rp 79,039 miliar.

Atas perbuatannya, Anang didakwa berdasarkan pasal 2 ayat (1) atas pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.

Anang tidak mengajukan nota keberatan (eksepsi) sehingga sidang dilanjutkan pekan depan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement