Rabu 28 Mar 2018 15:01 WIB

Data Kesehatan Indonesia Masih Sukar Didapat

Menurut Menkes Nila, kedisiplinan dalam proses pengumpulan data masih kurang.

Menkes Nila F Moeloek memberikan keterangan pers mengenai capaian program kesehatan tahun 2017 dan rencana tahun 2018 di Gedung Kemenkes RI, Jakarta, Rabu(10/1).
Foto: Republika/Prayogi
Menkes Nila F Moeloek memberikan keterangan pers mengenai capaian program kesehatan tahun 2017 dan rencana tahun 2018 di Gedung Kemenkes RI, Jakarta, Rabu(10/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek menyampaikan bahwa data di bidang kesehatan masih sukar didapat di dalam negeri. Itu karena kurangnya kedisiplinan dalam proses pengumpulan.

Hal tersebut dia sampaikan berkenaan dengan rekomendasi Evidence Summit yang telah mengumpulkan data-data penting pada masalah kematian ibu dan bayi baru lahir di Indonesia.

"Data ini penting, karena keputusan atau kebijakan harus diambil dengan berdasarkan data," kata Menteri Nila saat ditemui usai mengisi agenda Evidence Summit di Jakarta, Rabu (28/3).

Menurut dia, data dalam bidang kesehatan bisa berguna untuk pengambilan keputusan demi berjalannya pelayanan kesehatan yang lebih baik di dalam negeri.

Sehubungan dengan masalah tersebut, diharapkan data yang diperoleh dari Evidence Summit bisa memberikan pencerahan dan solusi dalam kasus kematian ibu dan bayi yang masih terbilang tinggi di Indonesia.

"Contohnya ya, kematian (ibu dan bayi) tertinggi memang ada di tingkat rumah sakit. Tapi ini harus ditarik lagi pangkal masalahnya di mana. Apakah ketidaktahuan keluarga di rumah tentang kondisi si ibu, penanganan tenaga medis yang lambat, atau bagaimana. Data semacam ini yang harus kita cari tahu," ujar Menteri Nila.

Dalam kesempatan yang sama, pelaksana kegiatan Evidence Summit Akmal Taher memaparkan sejumlah temuan dalam proses pengumpulan data melalui penelusuran 7.000 literatur terkait masalah di bidang kesehatan tersebut.

Faktor yang ikut andil dalam tingginya tingkat kematian ibu dan bayi baru lahir antara lain, adanya kesenjangan akses pelayanan kesehatan yang berkualitas, keterlambatan penolongan pada kondisi darurat, rendahnya pengetahuan pendidikan reproduksi, deteksi awal dan pencegahan yang kurang maksimal pada komplikasi kehamilan.

Selanjutnya, belum terpadunya data dan informasi kesehatan, serta regulasi yang tumpang tindih dan bias gender.

"Harapannya, ke depan ada perbaikan dalam menurunkan angka kematian ibu dan bayi. Memang ada penurunan dalam kurun waktu tertentu, tapi jumlahnya tidak signifikan," ujar pria yang pernah menjabat sebagai Direktur Utama Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) itu menjelaskan.

Evidence Summit merupakan tindak lanjut dari kajian bersama antara Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) dan US National Academy of Science (NAS) pada tahun 2013.

Kegiatan tersebut dilaksanakan oleh AIPI dan mendapat dukungan langsung dari USAID, dengan rentang waktu pelaksanaan dari bulan Juli 2016 hingga Maret 2018 dan menelaah berbagai topik yang berkaitan dengan masalah kematian ibu dan bayi baru lahir.

Kajian tersebut menemukan bahwa Indonesia kekurangan data dan informasi yang valid tentang kematian ibu dan bayi baru lahir dalam beberapa dasawarsa.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement