REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menelusuri lebih lanjut posisi Setya Novanto sebagai pemilik manfaat atau beneficial owner PT Murakabi Sejahtera dalam penyidikan tindak pidana korupsi proyek pengadaan KTP-elektronik (KTP-E).
Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyatakan, bahwa dalam proses persidangan juga sudah diungkap dan dipastikan terdapat dugaan aliran dana 7,3 juta dolar AS terhadap Novanto melalui keponakannya Irvanto Hendra Pambudi dan rekannya Made Oka Masagung.
"Jadi, dugaan aliran dana sudah kami buktikan dan Penuntut Umum yakin nanti akan tuangkan secara keseluruhan di tuntutan. Ada bukti-bukti lain yang juga mendukung hal tersebut karena kami bisa simak misalnya terkait dugaan posisi Novanto sebagai "beneficial owner" dari PT Murakabi Sejahtera," kata Febri di gedung KPK, Jakarta, Selasa (27/3).
KPK memeriksa Novanto sebagai saksi untuk dua tersangka masing-masing Irvanto Hendra Pambudi yang merupakan keponakannya dan rekannya sekaligus pengusaha Made Oka Masagung. Bahkan, kata Febri, pihaknya telah melihat kesesuaian dengan keterangan saksi lain dan bukti-bukti komunikasi yang sudah ditampilkan di persidangan terdapat aliran dana dari luar negeri yang diterima mantan Ketua DPR RI itu.
"Untuk aliran melalui Made Oka Masagung, kami juga sudah lihat kesesuaian dengan keterangan saksi yang lain dan bukti-bukti komunikasi yang sudah ditampilkan di persidangan sedangkan aliran dana yang lintas negara juga sudah kami uraikan," ungkap Febri.
Sementara terkait permohonan "justice collaborator" (JC) yang diajukan Novanto, Febri menyatakan, KPK belum melihat bahwa Novanto mengakui perbuatannya. "Kami akan lihat keterangan Setya Novanto yang disampaikan sebagai terdakwa yang kami tahu belum akui perbuatannya atau masih membuka tidak secara keseluruhan. Jadi, itu juga akan kami pertimbangkan apakah akan menerima atau menolak JC dari yang bersangkutan," tuturnya.
Selain memeriksa Novanto, KPK pada Selasa juga memeriksa Deisti Astriani Tagor yang merupakan istri Novanto sebagai saksi untuk Irvanto Hendra Pambudi dan Made Oka Masagung. "Untuk saksi Deisti, kami dalami terkait dengan posisi pencantuman nama dan kepemilikan saham di Murakabi karena kami terus dalami hal tersebut dalam kasus KTP-e," ucap Febri.
Irvanto Hendro Pambudi diduga sejak awal mengikuti proses pengadaan KTP-E dengan perusahaannya yaitu PT Murakabi Sejahtera dan ikut beberapa kali pertemuan di ruko Fatmawati bersama tim penyedia barang proyek KTP-E, ia juga diduga telah mengetahui ada permintaan "fee" sebesar lima persen untuk mempermudah proses pengurusan anggaran KTP-e.
Irvanto diduga menerima total 3,4 juta dolar AS para periode 19 Januari-19 Februari 2012 yang diperuntukkan kepada Novanto secara berlapis dan melewati sejumlah negara. Sedangkan Made Oka Masagung adalah pemilih PT Delta Energy, perusahaan SVP dalam bidang investment company di Singapura yang diduga menjadi perusahaan penampung dana.
Made Oka Masagung melalui kedua perusahaannya diduga menerima total 3,8 juta dolar AS sebagai peruntukan kepada Novanto yang terdiri atas 1,8 juta dolar AS melalui perusahaan OEM Investment Pte.Ltd dari Biomorf Mauritius dan melalui rekening PT Delta Energy sebesar 2 juta dolar AS. Made Oka diduga menjadi perantara uang suap untuk anggota DPR sebesar lima persen dari proyek KTP-El. Keduanya disangkakan pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.