REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan dua dari tiga calon wali kota Malang sebagai tersangka bersama dengan belasan anggota DPRD Kota Malang. Mereka diduga terlibat dalam kasus pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (APBD-P) Pemerintah Kota Malang pada 2015 lalu.
Menanggapi hal tersebut, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan, area rawan koroupsi terdapat pada perencanaan anggaran. Padahal perencanaan anggaran ini sudah memiliki aturan tersendiri.
"(Korupsi) di Malang, Kebumen, Jambi kuncinya pada perencanaan anggaran, padahal sudah ada aturannya bahwa satuan tiga tidak perlu dibahas detail dengan DPR atau DPRD, di pusat juga enggak. Tapi di bawah masih ada satuan tiga yang dibahas detail," ujar Tjahjo ketika ditemui di Kantor Wakil Presiden, Senin (26/3).
Adapun satuan tiga merupakan dokumen anggaran yang memuat deskripsi program dan rincian alokasi pagu anggaran per program. Selain perencanaan anggaran, Tjahjo mengatakan, pembelian barang dan jasa, serta masalah retribusi dan pajak juga merupakan area rawan korupsi. Oleh karena itu, dia mengimbau kepada kepala daerah agar ketiga hal tersebut bisa disusun secara hati-hati.
"Maka petunjuk teknis (juknis) itu tiap tahun pasti ada yang menyangkut anggaran, karena penggunaan anggaran itu tanggung jawab akhirnya ada di menteri, gubernur, bupati, dan wali kota," kata Tjahjo.
Beberapa waktu lalu, KPK menangkap dua dari tiga calon wali kota Malang yakni Mochammad Anton dan Ya'qud Ananda Gudhan bersama dengan belasan anggota DPRD Kota Malang. Diketahui Mochamad Anton menjanjikan fee sebesar Rp 700 juta kepada Ketua DPRD Malang Mochamad Arief Wicaksono untuk memuluskan pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (APBD-P) tahun anggaran 2015. Uang itu diserahkan melalui Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Kota Malang, Jarot Edy Sulistiyono.
Setelah menerima uang sekitar Rp 600 juta, Mochamad Arief Wicaksono langsung membagi-bagikan kepada sejumlah anggota DPRD Malang. Atas perbuatannya, Mochamad Anton disangka melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1991 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Sedangkan 18 anggota DPRD disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau b dan atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1991 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUH Pidana. Anton diketahui maju dalam Pilkada 2018 sebagai calon petahana Wali Kota Malang 2018-2023. Bahkan, anggota DPRD yang juga ditetapkan tersangka Ya'qud Ananda Budban, juga maju sebagai calon Wali Kota Malang 2018-2023 melawan Anton.