REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Firman Wijaya, anggota kuasa hukum mantan Ketua DPR RI Setya Novanto menyatakan, bahwa kliennya itu sudah mengakui perbuatannya dalam perkara korupsi proyek KTP-elektronik (KTP-el). Hal tersebut sebagai respons atas pengajuan sebagai justice collaborator (JC) oleh Novanto.
"Pengakuan itu tidak hanya verbal diucapkan. Pertama, permohonan maaf itu sebuah pengakuan kemudian kedua dia menjelaskan pertemuan-pertemuan itu termasuk dengan bebarapa orang itu sudah termasuk pengakuan walaupun tidak dikenal istilah pengakuan tetapi keterangan terdakwa," kata Firman di gedung KPK, Jakarta, Senin (26/3).
Selanjutnya, kata Firman, mantan ketua umum Partai Golkar itu juga sudah mengakui menerima jam Richard Mille senilai 135 ribu dolar AS dan mengembalikan uang Rp 5 miliar ke rekening KPK terkait proyek KTP-el. "Itu adalah bagian yang menurut hemat saya memenuhi Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2011 dan Peraturan Bersama MA, Kejaksaan, Kepolisian, KPK, dan LPSK. Saya rasa itu menjadi komposisi di samping Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban cukup referensi menyangkut JC ini sudah cukup lengkap," ucap Firman.
Namun, kata dia, pihaknya kembali menyerahkan kepada praktik peradilan seperti apa potret JC yang akan diterapkan dalam role model kasus kliennya tersebut. "Kita tunggu saja ya kan? yang penting pengungkapan kasus KTP-el ini, Pak Novanto sudah menunjukkan itikadnya ingin kooperatif dengan penegak hukum dan mendorong Mas Irvanto juga ya untuk mau bekerja sama dengan penegakan hukum," ucap Firman.
Selebihnya, kata Firman, tim kuasa hukum menyerahkan pada proses peradilan dan pemeriksaan yang terus berjalan terhadap Novanto. Karena, keterangan kliennya itu masih dibutuhkan di berkas perkara tersangka lainnya dalam kasus KTP-el.
"Pilihan menjadi JC bukan pilihan yang mudah dan berisiko. Jadi, apresiasi seorang Pak Novanto perlu tetap dihargai," kata Firman.
Sebelumnya, KPK menilai Setya Novanto masih 'setengah hati' mengakui perbuatannya dalam perkara korupsi KTP-e terkait pengajuannya sebagai JC. "Tentu kami pertimbangkan, ada uang yang dikembalikan sekitar Rp 5 miliar. Meskipun setelah saya tanya juga ke tim, masih ada kesan terdakwa setengah hati mengakui perbuatannya untuk membuka pihak-pihak lain, termasuk pengembalian dana," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Jumat (23/3).