REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho, mengatakan pernyataan Setya Novanto (Setnov) dalam sidang pada Kamis (22/3) lalu belum cukup menegaskan keterlibatan Puan Maharani dan Pramono Anung dalam kasus korupsi KTP-el. ICW menyarankan KPK menelusuri sejumlah saksi lain untuk menguatkan informasi tersebut.
"Misalnya untuk memanggil Puan atau Pramono, kan harus kroscek ada atau tidak kesaksian di luar Setnov. Ini tidak cukup hanya (dari) kesaksian Setnov. Akan lebih baik kalau KPK bisa menelusuri nama atau saksi yang lain, untuk melihat fakta lainnya," kata Emerson kepada wartawan usai mengisi diskusi di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (24/3).
Selain saksi, ICW juga meminta KPK menelusuri bukti-bukti di luar kesaksian. Bukti yang dimaksud bisa berupa transfer atau sejumlah pemberian dana hasil korupsi.
Meski demikian, ICW tetap mengingatkan KPK agar tidak bersikap ragu-ragu dalam menindaklanjuti 'nyanyian' Setnov. Sikap tegas KPK, menurut Emerson, juga berfungsi sebagai pembuktian untuk menguji kebenaran pernyataan Setnov atas keterlibatan Puan Maharani dan Pramono Anung.
Sebelumnya, Setya Novanto menyebut nama Puan Maharani dan Pramono Anung menerima uang sebesar 500 ribu dolar AS dari proyek KTP-el. Uang tersebut diberikan oleh Made Oka Masagung.
Setnov mengatakan, dirinya mengetahui hal tersebut setelah Oka dan Andi Agustinus alias Andi Narogong berkunjung ke rumahnya. Mereka memberitahukan kepada Novanto uang dari proyek KTP-el sudah dieksekusi kepada beberapa pihak di DPR RI.
"Oka menyampaikan, dia menyerahkan uang ke dewan, saya tanya, 'Wah untuk siapa?' Disebutlah, tidak mengurangi rasa hormat, saya minta maaf, waktu itu ada Andi untuk Puan Maharani 500 ribu dolar AS dan Pramono 500 ribu dolar AS," ujar Setnov dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat, Kamis.