Sabtu 24 Mar 2018 12:05 WIB

Mencermati Nyanyian Setnov yang Menyeret Nama-Nama Besar

KPK harus memeriksa nama-nama yang disebut Novanto.

Terdakwa kasus korupsi KTP Elektronik Setya Novanto  mengikuti sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (22/3).
Foto:

Wakil Sekretaris Jenderal Partai Amanat Nasional Saleh Partaonan Daulay mengatakan, KPK perlu menindaklanjuti pernyataan Novanto. Karena dengan begitu, prinsip semua orang sama di depan hukum benar-benar ditegakkan atau equality before the law.

Ketua DPP PDIP Hendrawan Supratikno membantah jika PDIP sedang melakukan politik 'cuci tangan' atas penyebutan nama sejumlah kader PDIP oleh Novanto. Menurut Hendrawan, pernyataan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto yang membantah kader PDIP terlibat dalam kasus KTP-el karena saat itu PDIP bukanlah partai penguasa adalah benar.

Beberapa saat sebelumnya, Sekjen Partai Demokrat Hinca Panjaitan langsung menanggapi pernyataan sekjen PDIP yang dianggap justru terkesan menyalahkan pemerintahan Presiden SBY. Selain itu, argumentasi Hasto yang mengatakan partai beroposisi pasti tak melakukan korupsi juga dangkal, lemah, dan mengada-ada.

"Tindak pidana, di mana pun dan kapan pun serta partai mana pun yang sedang berkuasa adalah perbuatan yang dilakukan secara pribadi, yang harus dipertanggungjawabkan secara pribadi pula. Semua sama di hadapan hukum. Tidak ada kaitannya dengan partai yang sedang beroposisi atau yang sedang berkuasa," ujar Hinca.

Bantahan Puan Maharani

Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Puan Maharani membantah menerima aliran dana proyek kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el) sebesar 500 ribu dola AS, seperti yang disampaikan Setya Novanto dalam sidang di Tipikor, Jakarta, Kamis (22/3).

Puan menegaskan, pernyataan terdakwa kasus KTP-el itu tidak berdasarkan fakta. "Saya juga baru mendengar apa yang disampaikan Pak SN (Setya Novanto) kemarin. Apa yang disampaikan beliau itu tidak benar. Tidak ada dasarnya," ujar Puan di kantor Kemenko PMK, Jakarta, Jumat (23/3).

Menurut Puan, pernyataan Setya harus memiliki dasar fakta hukum yang jelas. Ia menegaskan, pernyataan Setya tidak sesuai dengan fakta. "Ini merupakan masalah hukum, tentu saja harusnya didasarkan pada fakta-fakta hukum yang ada. Bukan katanya, katanya, katanya," katanya.

(febrianto adi saputro/fauziah mursid)

Dapat mengunjungi Baitullah merupakan sebuah kebahagiaan bagi setiap Umat Muslim. Dalam satu tahun terakhir, berapa kali Sobat Republika melaksanakan Umroh?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement