Jumat 23 Mar 2018 20:31 WIB

KPU akan Atur Publikasi Lembaga Survei untuk Pilpres

KPU berencana mengatus publikasi yang dilakukan lembaga survei saat Pemilu serentak.

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Bayu Hermawan
Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari
Foto: RepublikaTV/Havid Al Vizki
Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) berencana mengatur secara spesifik publikasi yang dilakukan lembaga survei ralam rangka pemilihan legislatif (pileg) dan pemilihan presiden (pilpres) 2019. Salah satu poin pengaturan tersebut terkait sumber dana yang membiayai riset terkait Pileg dan Pilpres oleh lembaga survei.

Menurut Komisioner KPU Hasyim Asyarie, aturan teknis ini rencananya akan masuk di Peraturan KPU (PKPU) Kampanye Pemilu 2019. "Publikasi menjadi hal utama untuk diatur. Kemudian nanti juga diatur soal publikasi apa saja yang dikerjakan, metode survei bagaimana, siapa yang membiayai survei itu. Soal dana, lembaga survei nantinya harus mencantumkan sumber pendanaan dari siapa," jelas Hasyim ketika dijumpai wartawan di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (23/3).

Poin selanjutnya yang akan diatur yakni, publikasi hasil survei oleh lembaga survei terkait hasil pemungutan suara Pemilu 2019. Hasyim menjelaskan pada 2014 lalu, Mahkamah Konstitusi (MK) telah membatalkan pasal 247 ayat 2 UU Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemilu Legislatif.

Pasal tersebut menyatakan bahwa pengumuman hasil survei atau jajak pendapat pemilu tidak boleh dilakukan di masa tenang. "Sudahpernah kejadian kan pasal yang melarang publikasi hasil survei sebelum pemungutan suara digugat ke MK dan gugatan itu dikabulkan. Artinya apa, publikasi sebelum pemungutan itu boleh dilakukan," paparnya.

Ditemui secara terpisah, anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Mochamad Afifuddin, meminta lembaga survei harus jujur mengungkapkan perannya kepada publik. Jika lembaga survei sedang melakukan tugas sebagai konsultan kandidat tertentu, hal tersebut harus dijelas kepada masyarakat.

"Tujuannya, supaya publik tidak merasa terbohongi dengan situasi bahwa seakan-akan ini lembaga survei netral, tetapi dia (lembaga survei) menjadi anggota tim pemenangan atau tim bayangan merekomendasikan masukan meskipun basisnya survei terhadap pasangan calon tertentu," jelas Afif.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement