Jumat 23 Mar 2018 16:35 WIB

PPGA: Masih Terjadi Letupan di Kawah Ijen

Gas akibat letupan di ambang batas normal.

Panorama kawah Ijen di Banyuwangi, Jawa Timur.
Foto: Antara/Budi Candra Setya
Panorama kawah Ijen di Banyuwangi, Jawa Timur.

REPUBLIKA.CO.ID, BANYUWANGI -- Kepala Pos Pengamatan Gunung Api (PPGA) Ijen Bambang Heri Purwanto mengatakan masih terjadi letupan atau bualan di Kawah Gunung Ijen, Jumat (23/3). Sehari sebelumnya gunung yang memiliki ketinggian 2.368 meter dari permukaan laut yang berada di perbatasan Kabupaten Banyuwangi dan Bondowoso, Jawa Timur, itu juga mengalami kondisi serupa.

"Kondisinya masih sama dengan yang kemarin yakni terjadi letupan yang menyebabkan munculnya material gas, namun hari ini gas tersebut masih di ambang batas normal. Sedangkan kejadian pada Rabu (21/3) malam itu gas yang keluar kawah melebihi ambang batas," katanya saat dihubungi di Banyuwangi.

Kendati demikian, lanjut dia, pihak petugas PPGA tidak bisa memantau kawah Ijen secara visual karena "CCTV" terhalang kabut, namun data yang terekam dalam seismograf menunjukkan adanya gempa vulkanik dangkal dan gempa vulkanik dalam.

"Gempa vulkanik dangkal tercatat sebanyak 20 kali dan gempa vulkanik dalam sebanyak satu kali, padahal batas normalnya untuk gempa vulkanik dangkal berkisar 1-5 kali," tuturnya.

Ia mengatakan pihaknya terus melakukan pemantauan terhadap bualan atau letupan gas di kawah Gunung Ijen karena karakteristik dari gunung yang memiliki ketinggian 2.368 mdpl itu dapat mengeluarkan gas yang sangat berbahaya bagi kesehatan dan jenis letusannya tipe freatik atau lemah.

"Memang sempat terjadi letusan dengan tipe freatik atau lemah dua hari lalu yang sempat didengar oleh para penambang belerang, namun justru yang berbahaya dari Gunung Ijen adalah gas yang dikeluarkan akibat letupan di dalam kawah," katanya.

Heri mengatakan letupan atau bualan itu pada malam dan siang hari, namun gasnya langsung terurai oleh matahari saat siang hari dan yang berbahaya justru pada malam hari karena tidak terlihat secara langsung, sehingga hal tersebut yang harus diwaspadai.

"Setiap tahun, gas beracun itu muncul pada musim hujan, terutama pada bulan Januari hingga Maret karena permukaan suhu dingin, namun di dalam kawah panas, sehingga terjadi bualan atau letupan yang membawa material gas yang berbahaya," ujarnya.

Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) masih merekomendasikan untuk penutupan jalur pendakian Gunung Ijen, baik untuk wisatawan maupun para penambang belerang karena dikhawatirkan gas beracun dapat membahayakan keselamatan pendaki dan penambang.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement