REPUBLIKA.CO.ID, KUTA -- Tim Percepatan Kebijakan Satu Peta (PKSP) menargetkan sinkronisasi tumpang tindih peta tematik sektor kehutanan, pertambangan, pertanahan, dan tata ruang wilayah di Indonesia selesai tahun ini. Deputi Bidang Koordinasi Percepatan Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Wahyu Utomo mengatakan hal ini dilakukan untuk mempercepat penyelesaikan konflik pemanfaatan ruang supaya acuan peta dengan satu referensi dan satu standar untuk pembangunan nasional bisa diintegrasikan.
"Presiden menginstruksikan kami fokus di Kalimantan. Tahun lalu kami sudah memetakan Sumatra, Sulawesi, Bali, dan Nusa Tenggara. Tahun ini fokus ke Jawa, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat," kata Wahyu dijumpai Republika di Pullman Legian Kuta, Kamis (22/3).
Mengacu pada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 9 Tahun 2016, Tim PKSP menyusun satu peta melalui tiga tahapan, yaitu kompilasi, integrasi, dan sinkronisasi. Tim saat ini memasuki tahapan ketiga yang secara keseluruhan selesai 2019.
Wahyu menambahkan percepatan pelaksanaan KSP menggunakan tingkat ketelitian peta pada skala 1 berbanding 50 ribu. Tim mengupayakan penyelesaian percepatan integrasi 85 peta tematik dengan satu peta dasar tahun ini. Data spasial satu peta ini sudah bisa dibagipakaikan dan dimanfaatkan pemerintah pusat dan daerah Agustus 2018.
Hingga Januari i2018, Tim PKSP berhasil menyelesaikan 70 dari total 80 Informasi Geospasial Tematik (IGT) di Kalimantan. Presiden Joko Widodo menginstruksikan tim untuk memprioritaskan penyelesaikan satu peta di Kalimantan.
Integrasi IGT di wilayah lain yang telah diselesaikan adalah Sumatra (69 dari 84 IGT), Sulawesi (66 dari 82 IGT), Bali dan Nusa Tenggara (64 dari 80 IGT), Jawa (34 dari 83 IGT), Maluku (25 dari 82 IGT), dan Papua (25 dari 83 IGT).
Kegiatan utama tahapan sinkronisasi adalah membuat rekomendasi dan rumusan penyelesaian konflik antardata IGT. Pelaksana Tugas Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Bambang Adi Winarso mengatakan ada tiga hal yang dilakukan.
Pertama proses spatial overlay analysis yang komprehensif untuk menghasilkan analisa regulasi tumpang tindih data IGT. Kedua, melakukan skala prioritas isu tumpang tindih data berdasarkan usulan pemerintah daerah, kementerian, dan lembaga dengan mempertimbangkan dampak dan urgensinya. Ketiga, debottlenecking tumpang tindih dengan output perbaikan dan penyelesaian produk hukum yang tepat untuk penyelesaian konflik perizinan pemanfaatan ruang dan perencanaan ruang.
"Harapannya saat Presiden RI melaunching PKSP ini Agustus nanti sudah ada sinkronisasi menyeluruh minimal untuk Pulau Kalimantan," kata Bambang.
Komitmen pemerintah daerah, sebut Bambang sangat dibutuhkan untuk merealisasikan kegiatan sinkronisasi ini. Penyelesaian sinkronisasi ini ke depan mendorong informasi geospasial dapat digunakan secara benar dan tepat.