Kamis 22 Mar 2018 05:46 WIB

4 Ribu Pasien TBC MDR Minum Obat Baru

Obat ini bisa memperpendek pengobatan awalnya dua tahun menjadi sembilan bulan saja.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Winda Destiana Putri
Tuberkulosis
Foto: Reuters
Tuberkulosis

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekitar 4 ribu pasien penyakit tuberkulosis (TBC) multi drug resistant (MDR) telah meminum obat TBC jenis baru. Kepala Sub Direktorat Tuberkulosis Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Asik Surya mengatakan, obat ini bisa memperpendek pengobatan yang awalnya selama dua tahun bisa menjadi sembilan bulan saja.

Obat ini diakuinya sudah diuji coba di berbagai negara dan di rekomendasi oleh organisasi kesehatan dunia (WHO). Karena itu, obat ini diterapkan di Tanah Air. Di Indonesia, kata dia, pemberian obat jenis baru sudah diberikan secara bertahap sejak enam bulan lalu.

"Dibeberapa rumah sakit (RS) yang besar, seperti RSUD Dr Soetomo, RSUD Hasan Sadikin sudah menerapkan pengobatan jangka pendek atau obat jenis baru pada pasien yang memenuhi persyaratan," ujarnya saat dihubungi Republika, Rabu (21/3).

Ia menyebut dari 32 ribu pasien TBC MDR, baru 4 ribu pasien diantaranya yang mendapat obat ini. Ia menerangkanada syarat dan ketentuan obat yang bisa diminum sesuai dengan diagnosis. Obat ini juga tidak sepenuhnya mengganti obat biasa metode lama yang menggunakan suntik.

"Hanya 80 persen dari seluruh pasien TBC MDR yang awalnya diobati dengan metode lama bisa diganti dengan obat metode baru ini yaitu dengan obat yang diminum. Sisanya atau 20 persen tetap diobati dengan cara lama," katanya.

Ia mengklaim efektivitas obat baru ini sebenarnya sama dengan obat yang lama. Hanya saja kesembuhan tergantung kepatuhan pasien saat berobat, minum obat, dan memenuhi anjuran dokter.

"Harapan target kami minimal kesembuhan TBC MDR diatas 80 persen. Kalau TBC yang biasa diatas 90 persen kesembuhannya," katanya.

Ia menambahkan, pasian bisa mendapatkan obat ini secara gratis karena biayanya berasal dari pemerintah dan bantuan. Setahun setelah penerapan, kata dia, pemerintah akan evaluasi obat ini termasuk tingkat kesembuhannya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement