Kamis 22 Mar 2018 11:13 WIB

IAIN Bukittinggi Bergeming Soal Pelarangan Cadar

Tak sejalan soal cadar, Ketua MUI Sumbar mundur sebagai dosen IAIN Bukittinggi.

Ilustrasi Larangan Bercadar
Foto:
Ilustrasi Larangan Bercadar

IAIN Bukittinggi hingga saat ini masih dalam ketetapannya menjalankan kebijakan larangan bercadar di dalam lingkungan akademik. Meski desakan untuk mencabut aturan tersebut terus mengalir, rektorat belum mengubah sikapnya.

Pada Senin (19/3), perwakilan dari 19 ormas Islam dan elemen umat Islam di Kota Bukittinggi, Sumatra Barat, mendatangi kampus IAIN Bukittinggi. Kedatangan ormas Islam dan elemen umat Islam tersebut bertujuan untuk mendesak rektorat agar mencabut aturan pembatasan penggunaan cadar di lingkungan kampus.

Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama, Kamarud in Amin, mengatakan, sebenarnya bukan cadar yang menjadi alasan rekrorat IAIN Bukittinggi menonaktifkan dosen bahasa Inggris yang mengenakan cadar, Dr Hayati Syafri. Akan tetapi, kata dia, alasannya adalah mata kuliah Hayati sudah tidak efektif lagi.

"Jadi, bukan karena cadarnya yang menjadi alasan, tapi karena proses belajar-mengajarnya tidak efektif," ujar Kamaruddin.

photo
Ribuan mahasiswa IAIN Bukittinggi menggelar aksi di kampusnya. Mereka menolak adanya intervensi pihak luar terkait polemik larangan cadar. DEMA IAIN Bukittinggi juga meminta media massa memberitakan polemik ini secara obyektif, tanpa menyudutkan pihak kampus.

Kamaruddin melanjutkan, seorang rektor memang sudah seharusnya memastikan bahwa proses belajar-mengajar di kampusnya berjalan dengan efektif. Berdasarkan pengalaman di lapangan, kata dia, ternyata dosen dengan muka tertutup tersebut tidak efektif dalam perkuliahan. "Misalnya, dia kan mengajarnya bahasa Inggris, kemudian kalau tertutup pakai cadar sulitlah. Kira-kira begitu," ucap guru besar UIN Makassar tersebut.

Menurut Kamaruddin, pihak IAIN Bukittinggi juga sudah memberikan pemahaman atau menasihati Hayati, tetapi sang dosen tetap tidak bisa mengubah pendiriannya. Akhirnya, untuk semester ini Hayati tidak diberikan waktu untuk mengajar. Namun, Kamaruddin menegaskan, dia masih meminta kepada Rektor IAIN Bukittinggi untuk menyampaikan masalah penonaktifan dosen itu secara resmi kepada Kemenag untuk ditindaklanjuti.

Polemik penggunaan cadar berawal dari penonaktifan mengajar Hayati Syafri, seorang dosen bahasa Inggris di Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Bukittinggi. Hayati tidak diberikan jam mengajar karena keputusannya mengenakan cadar. Dia pun melaporkan kebijakan yang merugikannya itu kepada Ombudsman.

Ombudsman RI Perwakilan Sumatra Barat hingga Selasa (20/3) belum melakukan pemeriksaan terhadap pihak rektorat IAIN Bukittinggi. Meski begitu, Pelaksana Tugas Ketua Ombudsman Perwakilan Sumbar, Adel Wahidi, memastikan, pemeriksaan mulai dilakukan pekan ini. Proses verifikasi pemeriksaan formal dan materiel telah dilakukan.

"Kita sedang bersiap untuk melakukan rangkaian pemeriksaan," katanya, Selasa (20/3).

Mahasiswi IAIN Bukittinggi yang sebelumnya mengenakan cadar kini memilih menggunakan masker. Hal itu dilakukan sebagai cara menghindari kebijakan pelarangan cadar di kampus. Salah seorang mahasiswi IAIN Bukittinggi yang bercadar, Aisyah, mengatakan, bermasker bukanlah pilihan yang melegakan hatinya. Namun, cara itu dianggap menjadi solusi atas pro-kontra yang belakangan muncul akibat kebijakan kampus membatasi pemakaian cadar.

"Saya pilih mengenakan masker untuk menghindari konsekuensi akademik dari kampus. Ini jalan tengah dari masalah setelah awalnya kami dipanggil (pihak kampus)," ujar Aisyah, Selasa (20/3).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement