Rabu 21 Mar 2018 18:44 WIB

Parpol Baru Minta Larangan Kampanye Capres Ditinjau Kembali

Tidak ada aturan yang melarang partai baru untuk mendukung calon presiden.

Atribut kampanye dan bendera partai politik (ilustrasi)
Foto: ANTARA/ROSA PANGGABEAN
Atribut kampanye dan bendera partai politik (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Rencana KPU melarang parpol baru mengkampanyekan capres dan cawapres dinilai perlu ditinjau kembali. Wakil Sekretaris Jenderal Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Satia Chandra Wiguna mengatakan tidak ada aturan yang melarang partai baru untuk mendukung calon presiden dan wakil presiden.

"Meski UU Pemilu 2017 memang menyebutkan pengusung presiden adalah partai politik yang memiliki kursi di DPR, tapi tak ada kata larangan di sana," kata Wakil Sekretaris Jenderal Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Satia Chandra Wiguna dalam siaran persnya kepada Republika.co.id, Rabu (21/3).

Chandra menaggapi pernyataan anggota KPU Hasyim Asy’ari yang mengatakan KPU akan menegaskan aturan tentang larangan bagi partai politik baru untuk mengkampanyekan capres dan cawapres di Pemilu 2019. "Perlu didiskusikan terlebih dahulu sebelum dijadikan draft PKPU antara KPU, Parpol, LSM, bahkan Akedemisi,“ ujar Chandra.

Chandra mengatakan hadirnya parpol baru menambah warna tersendiri karena membawa ide-ide segar dan baru terhadap paslon yang didukung. Parpol lama yang memiliki kursi di parlemen juga sangat terbuka menerima parpol baru.

“Di beberapa daerah PSI sudah diminta untuk mendukung salah satu pasangan calon di Pilkada Serentak 2018. Bahkan, sudah ada yang bergabung di sekretariat bersama tim sukses dan KPUD setempat, dan tidak ada masalah. Kenapa untuk kampanye capres dan Cawapres dilarang? Ini menjadi pertanyaan besar,” tanya Chandra.

Menurut Chandra, dalam pasal 222 UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 tidak ada aturan yang melarang partai baru untuk mendukung capres dan cawapres.

“Hubungan yang erat antara capres dan cawapres dengan parpol bukan sekadar perolehan kursi di parlemen semata,” kata Chandra.

Kesamaan ideologi, visi misi, dan cita-cita dalam membangun Indonesia, lanjut Chandra, menjadi tolak ukur hubungan antara capres dan cawapres. Semua parpol, baru maupun lama berkewajiban turut mengkampanyekan ide-ide dan gagasan capres dan cawapres.

“Ini bertujuan untuk melakukan pendidikan politik sebagai salah satu fungsi kampanye. Bagaimana kita mau melakukan pendidikan politik jika ada larangan kampanye untuk parpol baru bagi capres yang didukungnya?” tanya Chandra.

Chandra juga mengatakan bahwa parpol baru sudah sah secara konsititusi sebagai peserta pemilu 2019. “KPU akan menelan ludah sendiri jika aturan tentang larangan bagi parpol baru untuk mengkampanyekan capres dan cawapres dalam Pemilu 2019 terjadi. Karena sudah jelas PSI dan parpol baru lain juga sudah sah menjadi parpol peserta pemilu,” pungkas Chandra.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebelumnya berwacana akan melarang partai baru berkampanye bagi pasangan calon presiden dan wakil presiden di Pemilu 2019. Hal ini disampaikan oleh Komisioner KPU Hasyim Asy’ari.

Menurut Hasyim, hal itu sesui dengan pasal 222 UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017. Pasal tersebut menyebutkan pasangan capres-cawapres diusulkan oleh parpol atau gabungan parpol peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi di DPR dan memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya. Artinya, dalam kondisi saat ini, parpol yang bisa mengusung capres-cawapres adalah parpol peserta Pemilu 2014 dan memiliki kursi di DPR.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement