Selasa 20 Mar 2018 16:35 WIB

Kata Kiai Cholil Soal Wacana Hukum Pancung di Aceh

Wacana hukum pancung harus berkorelasi dengan UUD 1945.

Rep: Muhyiddin/ Red: Indira Rezkisari
Cholil Nafis
Foto: ROL/Fakhtar K Lubis
Cholil Nafis

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wacana hukum pancung yang akan diterapkan pemerintah Daerah Aceh mendapat tanggapan dari berbagai pihak, termasuk dari Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia, KH Cholil Nafis. Menurut Kiai Cholil, apapun hukum yang akan diterapkan oleh Pemda Aceh tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

"Intinya soal hukum pancung itu diserahkan kepada masyarakat Aceh karena khusus. Tapi jangan bertentangan dengan UUD. Prinsipnya dalam hukum itu membuat jera dan preventif," ujar Kiai Cholil kepada Republika.co.id, Selasa (20/3).

Wacana penerapan hukuman qisas bagi terpidana kasus pembunuhan itu mengemuka setelah Gubernur Aceh Irwandi menyatakan keinginannya untuk menerapkan hukuman mati agar memberikan rasa takut pada orang lain yang berencana membunuh. Menurut Gubernur, Aceh mempunyai wewenang untuk menerapkan syariat Islam.

Terkait hal itu, Kiai Cholil mengatakan bahwa semua umat Islam di Indonesia juga setuju dengan penerapan syariat Islam. Namun, kata dia, yang menjadi perdebatan adalah ketika mencoba melakukan formalisasi pidana Islam dalam hukum nasional.

"Siapa yang tidak setuju dengan penerapan syariah. Kita setiap saat melaksanakan syariah. Yang menjadi perdebatan itu adalah formalisasi pidana Islam dalam hukum nasional," ucapnya.

Ia menuturkan, selama ini syariat Islam juga sudah masuk dalam hukum negara, seperti terkait dengan ekonomi syariah maupun dalam undang-undang tentang akad nikah. Namun, menurut Kiai Cholil, syariat Islam juga tidak bisa dipaksakan dalam kehidupan bernegara.

"Kok fobia dengan syariat? Kita itu jangan fobia dengan syariat. Tetapi tidak bisa juga dalam konteks negara ini memaksakan syariat Islam dalam kehidupan kita," kata pimpinan Pesantren Cendekia Amanah ini.

Menurut Kiai Cholil, wacana hukum pancung tersebut harus dikorelasikan dengan masyarakat setempat dan juga UUD 1945. Jika tidak bertentangan dengan kondisi masyarakat dan UUD, maka boleh saja diterapkan. Namun, kata Kiai Cholil, bukan berarti dirinya setuju dengan hukuman pancung tersebut.

"Bukan saya setuju hukum pancung, karena saya belum membuka atau mengkaji tentang hukum ini dengan hukum nasional," jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement