Selasa 20 Mar 2018 05:27 WIB

'Jokowi-Prabowo Butuh Figur Cawapres Islam'

Dipersepsi publik, Jokowi dan Prabowo merupakan tokoh nasionalis.

Presiden Jokowi dan Prabowo Subianto berbincang di beranda belakang Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (17/11)
Foto: Halimatus Sa'diyah
Presiden Jokowi dan Prabowo Subianto berbincang di beranda belakang Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (17/11)

REPUBLIKA.CO.ID Pengamat politik Universitas Paramadina Toto Sugiarto menilai bakal calon presiden pejawat Joko Widodo (Jokowi) dan bakal capres Prabowo Subianto sama-sama membutuhkan cawapres dari kalangan Islam politik. Sebab, keduanya dipersepsikan oleh publik sebagai tokoh dari kalangan nasionalis.

"Di persepsi publik, Prabowo itu sebagai tokoh nasionalis, sama dengan Jokowi. Ini artinya mereka harus mencari pendamping yang berlatar belakang Islam politik. Nah, ini ada di NU, Muhammadiyah, dan di PKS. Pilihannya di situ," kata dia, Senin (19/3).

Memilih cawapres dari kalangan Islam politik, menurut Toto, akan berdampak positif untuk meningkatkan dukungan massa pada pilpres 2019 mendatang. Sebab, basis massa yang berbeda tentu akan memberikan keuntungan bagi Prabowo ataupun Jokowi.

"Ini memberikan nilai positif karena kolamnya berbeda dengan Prabowo maupun Jokowi. Dengan pola yang berbeda itu maka suaranya akan besar," papar dia.

Karena itu, menurut Toto, tidak tepat jika Jokowi nantinya memilih Puan Maharani sebagai cawapres. Karena "kolam" massa yang dimiliki keduanya itu sama. Jokowi memang lebih baik mencari tokoh Islam sebagai cawapres agar bisa menambah basis massa dukungan.

"Jokowi kalau milih Puan itu tidak akan bijaksana karena kolam suaranya sama. Makanya lebih baik Jokowi untuk juga mencari tokoh Islam. Saya kira mereka (Prabowo dan Jokowi—Red) akan menyandingkan dirinya dengan tokoh Islam, kalau mereka pintar," katanya.

Toto menuturkan, dalam kondisi itulah parpol yang berbasiskan Islam akan mendapatkan perhatian utama demi mendongkrak dukungan massa. Dengan mengambil tokoh dari parpol Islam, pasangan calon akan lebih mudah menggerakkan mesin politik yang sudah ada untuk menaikkan elektabilitas. Hal itu lebih baik daripada menarik tokoh di luar parpol.

"Mereka yang punya mesin politik solid akan lebih cepat mengenalkan orang itu ke masyarakat dan kemudian mencari simpati dari masyarakat, perhitungan politiknya di situ, dibanding misalnya dengan TGB (Tuan Guru Bajang—Red) yang tidak punya mesin politik langsung. Jadi, itu kelebihannya," katanya.

DPP Partai Gerindra saat ini tengah menggodok 15 nama yang bakal cawapres untuk mendampingi Prabowo Subianto yang akan maju pada pilpres 2019. "Saat ini masih kita godok nama-nama cawapres tersebut," kata Wakil Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Andre Rosiade.

Gerindra memastikan ketua umumnya itu akan maju meski sejauh ini belum mendeklarasikannya secara resmi. Deklarasi Prabowo sebagai capres akan dilakukan pada awal April 2018. Andre menyebut beberapa nama yang masuk bursa cawapres Prabowo, seperti Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan, Presiden PKS Sohibul Iman, hingga mantan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo.

Selain itu, ada nama lain yang digadang-gadang seperti mantan menko kemaritiman Rizal Ramli, Gubernur Nusa Tenggara Barat M Zainul Majdi atau Tuan Guru Bajang, dan mantan ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD. "Pak Gatot sudah bertemu Pak Prabowo. Pak Gatot sudah masuk radar kami. Sama nama-nama seperti Rizal Ramli, Mahfud MD, Bang Zulkifli, dan Sohibul dari PKS," ujarnya.

Andre memprediksi figur cawapres akan menguat bila Prabowo sudah mendeklarasikan diri. "Nama cawapres ini nanti akan dibahas lagi dengan kepastian koalisi. Sejauh ini, kemungkinan besar Gerindra sama PKS lagi," tutur Andre.

(Pengolah: muhammad hafil).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement