REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyidik Polda Metro Jaya memeriksa Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah hampir selama tiga jam dan ia dicecar 12 pertanyaan. Ia mengatakan, hari ini membawa sejumlah bukti-bukti terkait laporannya terhadap Presiden PKS Sohibul Iman.
"Yang saya harus detailkan posisi perkaranya, ada 12 pertanyaan yang harus didetailkan. Kemudian, keterangan-keterangan lain yang menguatkan bahwa telah terjadi tindak pidana yang dilakukan oleh Sohibul," ujar Fahri saat ditemui setelah pemeriksaan di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Senin (19/3).
Setelah diperiksa oleh penyidik, Fahri yakin ada dugaan tindak pidana yang dilakukan Sohibul. Pasal yang disangkakan pada Sohibul sudah jelas. Maka dari itu, Fahri menilai Sohibul sudah layak untuk diperiksa sebagai saksi terlapor.
"Fakta itu tidak perlu diverifikasi karena dilakukan di kantor media. Datang ke dua media, satu online dan satu TV, jadi lokusnya itu jelas sekali. Alat bukti tidak terlalu sulit untuk dibuktikan," ujar Fahri.
Terakhir, ia menyebut hal ini sebagai pelajaran agar tak sembarang orang bisa memimpin suatu partai politik. Ini adalah pelajaran bagi PKS, terutama para pimpinan harus menyadari bahwa kesalahan Sohibul ini adalah pelajaran penting agar PKS berbenah diri.
"Tidak boleh sembarang orang pimpin partai," ucap Fahri.
Sebelumnya, media sosial dihebohkan dengan cuitan dari Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah yang akan melaporkan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ke Polda Metro Jaya, Kamis (8/3). Konflik Fahri bermula saat ia akan dipecat sebagai kader PKS.
Fahri lalu mengajukan gugatan pada 14 November 2016. Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan mengabulkan gugatan Fahri terkait pemecatannya dari PKS. PN Jaksel memutuskan pemecatan Fahri tidak sah dan menghukum PKS membayar Rp 30 milliar kepada Fahri.
Gugatan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah kepada PKS terkait pemecatannya dikuatkan di tingkat banding. Namun, dalam tingkat banding ini dimenangkan juga oleh Fahri. Dengan dikuatkannya putusan itu, Fahri tetap menjadi anggota PKS dan menghukum partainya membayar gugatan Rp 30 miliar.