Jumat 16 Mar 2018 17:01 WIB

Polda Bali Amankan Pawai Ogoh-Ogoh Jelang Nyepi

Ada sekitar 6.374 ogoh-ogoh yang akan diarak di seluruh Bali pada malam ini.

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Bayu Hermawan
Pawai ogoh-ogoh di sepanjang Jalan Raya Pantai Kutai dan Legian menarik perhatian wisatawan.
Foto: Mutia Ramadhani
Pawai ogoh-ogoh di sepanjang Jalan Raya Pantai Kutai dan Legian menarik perhatian wisatawan.

REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Kepolisian Daerah (Polda) Bali melakukan pengamanan pawai ogoh-ogoh di berbagai wilayah di Bali, khususnya di kantong-kantong wisatawan. Ogoh-ogoh akan diarak pada malam Pangerupukan atau Jumat (16/3) malam.

Direktur Lalu Lintas di Direktorat Lalu Lintas Polda Bali Kombes Pol Anak Agung Made Sudana mengatakan, pengamanan Nyepi tahun ini dilaksanakan secara total. Ini juga disebabkan momen Nyepi berbarengan dengan masa kampanye pemilihan kepala daerah (pilkada) gubernur dan bupati di Bali.

"Kami membagi seluruh anggota ke 11 pos yang masing-masingnya dipimpin Kepala Satuan Tugas Operasi Keselamatan. Kami mengimbau kepada masyarakat supaya pawai ogoh-ogoh ini tidak diwarnai kekerasan atau tindak pidana," ujarnya, Jumat (16/3).

Aparat mengedepankan kegiatan preventif didukung kegiatan preemtif, intelijen, dan penegakan hukum. Jajaran Polda Bali berharap masyarakat ikut menjaga keamanan dan ketertiban di lingkungan masing-masing dengan saling menghormati dan menghargai antarumat bergama.

Ada sekitar 6.374 ogoh-ogoh di seluruh Bali yang akan diarak malam ini. Sebanyak 22 ribu pecalang dilibatkan untuk membantu pengamanan bersama 5.630 personel kepolisian di sembilan kabupaten/kota.

Pawai ogoh-ogoh merupakan satu dari tiga ritual umat Hindu Bali sebelum Nyepi, selain Melasti dan Tawur Agung Kesanga.

Ogoh-ogoh adalah patung aneka rupa simbol unsur negatif, sifat buruk, dan sifat jahat dalam diri manusia. Ogoh-ogoh diambil dari kata ogah-ogah yang dalam bahasa Bali berarti sesuatu yang digoyang-goyangkan.

Wujudnya digambarkan raksasa dengan wajah dan tubuh menyeramkan. Patung-patung ini diarak beramai-beramai sekeliling desa menjelang senja hari pada malam Pangrupukan, kemudian dibakar sebagai lambang pemusnahan roh-roh jahat di muka bumi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement