Jumat 16 Mar 2018 10:21 WIB

'Jangan Takut dengan Wanita Bercadar'

Kampus diminta melakukan dialog persuasif untuk membina mahasiswi/dosen bercadar.

Wanita bercadar (ilustrasi)
Foto:

Langkah tersebut untuk mengetahui akar permasalahan yang diduga melanggar kode etik berpakaian dan tidak sesuai dengan layanan akademik. “Kami ingin mendalami dulu masalahnya. Saya belum tahu persis apa sesungguhnya yang terjadi,” ujar Menag.

Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kemenag, Kamaruddin Amin, mengimbau lembaga pendidikan agar bisa melakukan pembinaan melalui dialog persuasif terhadap para pengguna cadar. Kampus harus melihat motivasi penggunaan cadar.

“Jika penggunaan cadar adalah motivasi keagamaan, religiositas, dan ekspresi keanekaragamaan, tentu harus menjadi pertimbangan khusus para pimpinan perguruan tinggi untuk mempertimbangkannya,” kata Kamaruddin.

Menurut dia, penggunaan cadar merupakan simbol ekspresi cita rasa keberagamaan sekaligus kombinasi budaya dan pemahaman keagamaan. Karena itu, alasan cadar semata tidak boleh dilarang. “Tapi, tentu ada alasan lain yang harus diungkapkan jika itu dilarang. Harus dipastikan betul apa alasannya,” ujar dia.

Mengenai alasan bercadar, Hayati menegaskan, dia telah melalui proses panjang sebelum akhirnya memutuskan bercadar. Hayati mulai bercadar sejak akhir 2017 lalu. Sejak itu pula, ada desakan dari institusi tempatnya bekerja agar dia kembali melepas cadar.

Padahal, kata Hayati, salah satu motivasinya dalam bercadar adalah keinginan untuk memperbaiki citra cadar yang kadung negatif melekat di pikiran masyarakat. Ia tidak menampik, cadar selama ini lekat dengan isu terorisme atau gerakan radikalisme. Hayati mencoba meyakinan bahwa hal itu salah.

“Saya selalu berusaha seramah mungkin kepada semua orang meski bercadar. Bahagia hati ini, ketika melihat orang yang tadinya sinis, begitu kita ajak bicara dia tersenyum,” kata Hayati, Kamis (14/3).

Hayati ingin semua orang memahami bahwa keputusannya bercadar murni berasal dari keyakinannya untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Ia juga mencoba meyakinkan bahwa cadar bukanlah simbol terorisme dan radikalisme. “Kalau ada anggapan cadar itu terorisme, itu tidak beralasan,” katanya.

Kepala Biro Administrasi Umum Akademik dan Kemahasiswaan IAIN Bukittinggi, Syahrul Wirda, menegaskan, kampus tidak melarang penggunaan cadar bagi mahasiswi dan dosen di lingkungan akademik. Kampus hanya menjalankan langkah persuasif bagi mahasiswi dan dosen bercadar untuk mengikuti ketentuan berbusana sesuai kode etik kampus.

Poin yang menjadi bahan pertimbangan kampus, kata Syahrul, adalah upaya untuk menghindari justifikasi bahwa penggunaan cadar menunjukkan tingkat keislaman yang paling sempurna bagi seorang Muslimah.

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumatra Barat, Gusrizal Gazahar, menilai, alasan administratif yang dikemukanan IAIN Bukittinggi sama sekali tidak ilmiah. Karena itu, imbauan agar mahasiswi dan dosen tidak bercadar merupakan langkah keliru.

MUI mengimbau agar wanita bercadar baik dosen maupun mahasiswi jangan dijauhi atau dibuat aturan yang mendiskriminasi. Mereka menyatakan, wanita bercadar tidak perlu ditakuti. Mereka harus dirangkul.

(rr laeny sulistyawati, Pengolah: eh ismail).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement