REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU -- Teror harimau sumatra liar yang bernama Bonita membuat sekolah terpaksa diliburkan. Bonita masuk area konflik manusia dengan satwa predator itu di Kecamatan Pelangiran, Kabupaten Indragiri Hilir, Riau.
"Sejak warga yang pertama dimangsa harimau, sekolah di kampung ini diliburkan. Tidak ada yang berani ke sekolah, walau sekolah itu berjarak 100 meter dari rumah warga," kata Kepala Dusun Sinar Danau Sarayo ketika dihubungi dari Pekanbaru, Kamis (15/3).
Ia menjelaskan, di dusun tersebut terdapat sebuah SD yang merupakan sekolah jauh, yang menginduk ke SD yang ada di pusat Desa Tanjung Simpang Kanan. Sekolah jauh itu hanya ada kelas 1 sampai kelas 4, dengan jumlah murid 34 siswa.
Sejak harimau Bonita menyerang pekerja kebun perusahaan kelapa sawit pada 3 Januari lalu, hewan belang itu kerap terlihat keluar-masuk perkampungan.
"Kadang terlihat harimau itu duduk di bangunan sekolah itu. Beberapa jam nanti harimaunya pergi," kata Sarayo.
Karena khawatir akan keselamatan anak-anak, warga sepakat meliburkan sekolah untuk sementara sampai kondisi kondusif. Anak-anak juga dilarang bermain terlalu jauh dari rumah. Selain aktivitas sekolah di SD, warga juga menghentikan sementara pengajian setiap sore di madrasah setempat.
Kondisi liburnya sekolah ini, katanya, juga sudah disampaikan ke pihak desa, kecamatan sampai ke Pemkab Inhil. "Sudah kami kasih tahu semuanya kalau sekolah jarak jauh kami diliburkan gara-gara harimau," katanya.
Bonita, harimau sumatra (Phantera tigris sumatrae) betina yang diperkirakan berusia empat tahun dalam dua bulan terakhir berkeliaran di areal pemukiman warga dan perkebunan sawit PT Tabung Haji Indo Plantation (THIP).
Jumiati, menjadi korban pertama yang meninggal pada awal Januari 2018. Perempuan berusia 33 tahun tersebut diserang Bonita saat bekerja di KCB 76 Blok 10 Afdeling IV Eboni State, Desa Tanjung Simpang, Pelangiran, Indragiri Hilir.
Terakhir, Yusri Efendi (34) meregang nyawa di desa yang sama, namun berjarak sekitar 15 kilometer dari lokasi tewasnya Jumiati. Dua kejadian itu berakibat pada kemarahan warga.
Awal pekan ini, seitar 500-an warga menggelar aksi mendesak agar satwa itu segera ditangkap dan direlokasi. Warga memberi ultimatum agar penangkapan dilakukan dalam waktu tujuh hari, atau mereka akan menangkap dan menghabisi Bonita.
Sebenarnya, pascainsiden pertama, tim BBKSDA Riau telah diturunkan untuk menangkap dan menyelamatkan harimau tersebut. Tim tersebut terdiri dari TNI, Polisi dan sejumlah pegiat satwa dilindungi.
Ada 10 perangkap telah dipasang. Perangkap-perangkap berbentuk kotak berisi kambing jantan dan babi hutan menyebar di sekitar lokasi itu. Begitu juga kamera pengintai, yang dipasang di setiap sudut dimana perangkap itu berada. Namun, selama lebih kurang dua bulan pencarian, belum ada perkembangan berarti.