Senin 12 Mar 2018 03:36 WIB

AHY Disarankan Memulai dari Jabatan Menteri

Jabatan menteri atau kepala daerah ideal bagi AHY untuk persiapan Pilpres 2024.

Rep: Ali Mansur/ Red: Ratna Puspita
Komandan Satuan Bersama (Kogasma) Partai Demokrat untuk Pilkada 2018 dan Pemilu 2019, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) meninggalkan Kompleks Istana Kepresidenan usai bertemu dengan Presiden Joko Widodo di Jakarta, Selasa (6/3).
Foto: Antara/Puspa Perwitasari
Komandan Satuan Bersama (Kogasma) Partai Demokrat untuk Pilkada 2018 dan Pemilu 2019, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) meninggalkan Kompleks Istana Kepresidenan usai bertemu dengan Presiden Joko Widodo di Jakarta, Selasa (6/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Politikus Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) untuk memulai karier politiknya dari tahapan yang lebih rendah, seperti jabatan menteri atau kepala daerah, daripada langsung menjadi calon wakil presiden pada Pemilihan Presiden 2019. Pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia Yunarto Wijaya mengatakan jabatan tersebut akan lebih ideal bagi AHY untuk persiapan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. 

Yunarto mengatakan Presiden Joko Widodo yang pernah menduduki jabatan eksekutif melalui dua kepala daerah saja pernah mendapat kritikan karena dianggap terlalu cepat menjadi capres pada Pilpres 2014. Padahal, Joko Widodo pernah menjadi wali kota Solo dan gubernur DKI Jakarta. 

Dia menambahkan menjadi presiden memiliki tugas yang sama dengan kepala daerah, tetapi dalam skala yang lebih besar. "Nah AHY ini sama sekali tidak begitu, jadi memang secara ideal terlabih dahulu dia memasuki tahapan posisi yang lain,” kata Yunarto saat dihubungi melalui sambungan telepon, Ahad (11/3).

Kendati demikian, Yunarto menerangkan, wajar saja kalau nantinya Demokrat menerima pinangan untuk AHY sebagai cawapres pada pesta demokrasi tahun depan. Yunarto mengatakan, pemilihan cawapres tidak terlalu terkait dengan kemampuan atau jam terbang. 

Sebab, posisi wakil presiden tidak terlalu mengambil peranan besar dalam sistem presidensial. Karena itu, dia menyatakan, harus diakui siapapun bisa masuk bursa cawapres tanpa harus memiliki jam terbang. 

Hal ini berbeda dengan calon presiden yang memiliki keahlian dan memerlukan pengalaman politik. Dia menambahkan pemilihan cawapres lebih terkait pada momentum politik yang tepat dan modal sosial politik dibandingkan kemampuan. 

"Ini yang dimiliki dan AHY ini memiliki sosial modal politik yang lumayan. Kemudian nama besar ayahnya (Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Jadi kalau dari posisi politik sah-sah saja mengambil sisi cawapres," kata Yunarto.

Dia menilai SBY juga menyadari ada posisi tawar yang cukup kuat untuk ‘menjual’ AHY secara politis. Bahkan, Yunarto memprediksi siapapun yang menawarkan posisi cawapres kepada AHY bakal langsung diambil oleh Partai Demokrat. 

Menurut dia, Demokrat akan menjadikan posisi cawapres pada Pilpres 2019 sebagai batu loncatan untuk target yang sebenarnya , yakni pada 2024. "Siapapun capres yang bisa menawarkan posisi yang lebih tinggi, yang menawarkan menteri dan cawapres, pasti akan memilih mengambil cawapres, walaupun mereka tahu sulit untuk menang," jelas Yunarto. 

Yunarto berpendapat, Demokrat tidak merisaukan kalau nantinya AHY maju sebagai cawapres dan mengalami kekalahan pada Pilpres 2019. Sebab, keikutsertaan pada kontestasi orang nomor satu di negeri ini dapat melambungkan nama AHY di level nasional. 

Yunarto menambahkan, apa pun keputusan yang akan diambil oleh Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)  untuk anaknya pada Pilpres 2019, hal tersebut bukanlah target utama. Dia mengatakan, target sebenarnya pada Pilpres 2024. 

Yunarto menambahkan kendati mengalami kekalahan, Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI Jakarta 2017 berhasil melambungkan nama AHY. Hal ini pun menjadi modal penting untuk AHY maju sebagai Capres 2024. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement