Ahad 11 Mar 2018 12:16 WIB

Jokowi: Lomba Kicau Burung Tingkatkan Jumlah Penangkaran

Perputaran ekonomi dari sektor kicau burung mencapai Rp 1,7 T.

Rep: Debbie Sutrisno/ Red: Indira Rezkisari
Presiden Joko Widodo mengikuti lomba kicau burung di Kebun Raya Bogor, Ahad (11/3).
Foto: Republika/Debbie Sutrisno
Presiden Joko Widodo mengikuti lomba kicau burung di Kebun Raya Bogor, Ahad (11/3).

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) membuka penyelenggaraan lomba kicau burung se-Indonesia yang dihelat di Kebun Raya Bogor. Tak tanggung-tanggung, piala yang diperebutkan kali ini dilabeli langsung oleh Jokowi dengan nama Piala Presiden diikuti sekitar 4.000 ekor burung, dari 18 jenis burung seperti murai batu, cucak rawa, madu pengantin (kolibri ninja), dan ciblek.

Jokowi pun menjadi salah satu peserta yang ikut dalam lomba ini dengan mengikutsertakan burung murai batu. Meski gagal menang, Jokowi tampak senang dengan sesekali bermain bersama burung para juara.

Dia mengatakan, bahwa lomba burung yang kerap diadakan di berbagai daerah sebenarnya memiliki dampak positif bagi jumlah burung di Indonesia. Sebab para pemilik burung sering melakukan penangkaran dengan menghasilkan burung-burung melalui perkawinan dalam sangkar. Semakin banyak jenis burung yang dilombakan artinya semakin banyak juga jumlah burung tersebut.

Salah satunya penangkaran yang sukses, yaitu untuk jenis burung murai, kolibi, dan jalak. Contoh nyata adalah penangkaran Jalak Bali, dulu burung jenis ini akan punah tapi setelah adanya penangkaran oleh pecinta burung maka jumlahnya semakin banyak.

"Penangkaran seperti ini yang saya kira selain memberikan ruang bagi penggemar burung juga penangkaran ini bisa menjaga spesies itu dari kepunahan," ujar Jokowi, Ahad (11/3).

Di sisi lain, lomba kicau burung yang diikuti para pecinta burung juga memiliki dampak ekonomis. Dengan adanya penangkaran, ekonomi kerakyatan ikut terangkat misalnya dengan tumbuhnya para pembuat sangkar burung, penjual pakan, obat-obatan, dan hal kecil lain yang dibutuhkan dalam penangkaran. Dari data terakhir perputaran uang dari sektor ini mencapai Rp 1,7 triliun per tahun.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Siti Nurbaya menjelaskan, memelihara burung dalam sangkar atau kandang telah dikenal sejak lama di Indonesia. Dalam perkembangannya, kini jenis burung bukan lagi sekedar untuk dipelihara dalam sangkar atau kandang, namun jenis-jenis burung juga biasa dikonteskan serta untuk diperdagangkan.

Sedangkan untuk burung di Indonesia mulai populer pada awal 1970-an, dan kini sudah menyebar hingga ke desa-desa. Bahkan dalam dua tahun ini menurut komunitas burung, negara tetangga sudah mulai melakukan adopsi kontes burung dan beberapa praktisi masyarakat diundang untuk melatih di Malaysia.

"Ini merupakan sebuah kreasi dan kesempatan bagus untuk masyarakat Indonesia. Semua burung yang ikut kontes peraga dan kicau berasal dari lembaga konservasi dan memiliki ring tanda penangkaran secara bertahap," ujar Siti.

Meski banyak burung yang ditangkarkan, Siti menghimbau agar komunitas burung dan masyarakat mulai melepas liarkan burung-burung ke alam, sehingga kembali alam kita menjadi harmoni dengan keindahan pemandangan dan suara merdu burung-burung.

Hingga saat ini, jenis-jenis burung yang biasa dikonteskan antara lain Anis kembang (Zoothera interpres), Anis merah (Zoothera citrina), Ciblek (Prinia familiaris), Cucak hijau (Chloropsis sonneratii), Cucak jenggot (Criniger bres), Gelatik batu (Parus major), Jalak suren (Sturnus contra), Kacer/murai (Copsychus saularis), Kenari (Serinus canarius), Lovebird (Agapornis sp.), Murai batu (Copsychus malabaricus), Parkit (Melopsittacus undulates), Pentet/toed (Lanius schach), Pleci/kacamata (Zostrops palpebrosa), Cucak rawa (Pycnonotus zeylanicus), Kolibri ninja (Leptocoma sperata), dan Beranjangan (Mirafra javanica).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement