REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kiprah perempuan dalam kegiatan pengendalian kebakaran hutan dan lahan (karhutla) turut mewarnai gaung Hari Perempuan Sedunia yang diperingati tanggal 8 Maret. Brigade Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Manggala Agni, di Indonesia melibatkan sejumlah perempuan dalam keanggotaannya.
Dari siaran pers KLHK, sekurangnya lima persen dari jumlah anggota Manggala Agni yang tersebar pada 33 daerah operasional (Daops) di Indonesia adalah perempuan. Fitria Sri Handayani (29) salah satunya.
Seorang Manggala Agni perempuan yang bertugas di Daops Ketapang, Kalimantan Barat sejak tahun 2008. Sebagai anggota Manggala Agni, perempuan yang akrab dipanggil Ria ini awalnya ditempatkan sebagai tenaga kesekretariatan hingga tahun 2014. Setelah itu selama tiga tahun menjadi pengolah data sistem pendeteksi cuaca dan kebakaran.
Ria dipercaya menjadi pendamping desa pada Kelompok Kerja Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan. Dalam keseharian tugasnya, Ria jalani dengan tekun dan penuh semangat. Berbagai tugas di pundaknya berhasil ditunaikan dengan baik, jabatan Komandan Regu kini disandangnya. Ria adalah satu-satunya sosok perempuan yang menjadi Komandan Regu Manggala Agni di Indonesia.
“Ketika awal bergabung menjadi Manggala Agni, saya berpikir bahwa pekerjaan yang akan saya lakukan hanya berhubungan dengan urusan komputer dan perkantoran. Namun ternyata lebih dari itu. Seiring berjalannya waktu, Manggala Agni telah membentuk karakter dan jati diri saya. Menjadi Manggala Agni, saya belajar bagaimana berinteraksi dengan masyarakat dan terjun langsung ke lapangan untuk melakukan pengendalian kebakaran”, ungkap Ria.
Demi tugas, pernah Ibu dari tiga orang anak ini harus meninggalkan anak pertamanya yang saat itu masih berumur delapan bulan. Beberapa minggu dia harus menahan rindu pada bayinya itu untuk melakukan pemadaman di lapangan.
Lokasinya yang sangat jauh dengan sulitnya akses harus dilalui. Sementara pasokan logistik pun sangat terbatas. Air gambut yang pekat terpaksa harus diminumnya.
Kondisi seperti itu tidak menyurutkan semangat Ria dan anggota Manggala Agni lainnya untuk menjinakkan si jago merah. Pantang pulang sebelum padam menjadi tekad tertanam pada brigade yang berjuluk panglima api ini.
Pengalaman luar biasa yang dialami Ria juga dirasakan oleh Masito (32). Perempuan bernama lengkap Masito Hasibuan ini adalah anggota Manggala Agni. Dia bertugas di Daops Pekanbaru, Riau. Ibu dari dua orang anak ini telah menghabiskan 11 tahun usianya untuk menjadi Manggala Agni.
Para perempuan pejuang pencegahan karhutla.
Kepala Daops yang menjadi atasannya tidak pernah ragu mempercayakan tugas lapangan padanya. Sosialisasi dan kampanye di tengah masyarakat, patroli terpadu pencegahan karhutla, hingga tugas pemadaman di area kebakaran Masito lakoni.
Kebakaran hutan dan lahan tahun 2015 menyisakan catatan yang tak terlupakan bagi Masito. Saat itu kebakaran besar berdampak kabut asap menyelimuti di sejumlah wilayah Riau. Pasukan Manggala Agni yang tergabung dalam Satgas Pengendalian Karhutla Riau dikerahkan untuk melakukan pemadaman, tak terkecuali Masito.
“Selama hampir dua minggu kami harus masuk ke areal kebakaran di wilayah Rimbo Panjang, Kampar dengan kondisi asap sangat pekat. Jiwa korsa dan kebersamaan rekan-rekan Manggala Agni di lapangan yang sangat kuat membuat saya tetap semangat dalam bekerja sehingga semua rasa penat dan letih itu menjadi hilang’’, jelas Masito.
Masito berharap semoga seluruh lapisan masyarakat bisa sadar. Tidak lagi melakukan aktifitas membakar lahan, serta berperan aktif dalam membantu upaya pemadaman jika terjadi karhutla di sekitar lingkungannya sehingga kebakaran dapat segera dituntaskan. Menutup ceritanya, Masito berharap semoga Riau senantiasa bebas kabut asap dan langitnya tetap biru.
Di Sulawesi Tenggara, kisah Manggala Agni perempuan juga ikut mewarnai goresan kisah upaya pengendalian karhutla di lapangan. Seperti yang dilakukan oleh Ni Luh Widhiawati (18), anggota Manggala Agni Daops Tinanggea, Sulawesi Tenggara.
Perempuan yang biasa dipanggil Ni Luh ini tidak mau kalah dengan anggota Manggala Agni lain di daopsnya yang kebanyakan laki-laki. Ni Luh kerap keluar masuk daerah rawan karhutla melakukan patroli dan sosialisasi pencegahan ke masyarakat.
Motor trail menjadi tunggangan dia, bersama anggota TNI, POLRI dan Masyarakat Peduli Api (MPA) masuk ke pelosok-pelosok desa. “Saya sedang melaksanakan tanggung jawab kepada negara Pak", jawab Ni Luh lantang ketika ditanya mengapa dia begitu bersemangat turut dalam kegiatan patroli terpadu pencegahan karhutla.
Tugas pemadaman di lapangan juga dilakukannya bersama rekan-rekan Manggala Agni lainnya. “Pernah di awal tugas pemadaman, saat itu tak terasa saya sempat meneteskan air mata. Menyaksikan begitu besarnya api berkobar dan bagaimana kerja keras dan pengorbanan teman-temannya ketika itu dalam menghalau api’’, kenang Ni Luh.
Dalam kegiatan sehari-hari, Perempuan belia ini juga selalu aktif dalam kegiatan Manggala Agni lainnya. Selain patroli dan tugas pemadaman, dia juga tidak ragu membantu rekannya memperbaiki berbagai alat dan kendaraan operasional.
Ketika program Kendaraan Giat Belajar digulirkan di Daops Tinanggea awal tahun 2018, Ni Luh menjadi salah satu tenaga penggeraknya. Program ini menjadi wahana pengabdian Manggala Agni kepada masyarakat. Membantu mencerdaskan anak-anak di desa sekitar Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai sekaligus menyadartahukan pencegahan karhutla kepada mereka sebagai generasi mendatang.
Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan KLHK, Raffles B. Panjaitan menyampaikan bahwa dari sejumlah 1.812 orang personil Manggala Agni, 77 orang diantaranya adalah perempuan. Tidak ada pembatasan tugas bagi mereka dalam pelaksanaan kegiatan pengendalian karhutla, baik dalam kegiatan pencegahan maupun pemadaman di lapangan.
Para perempuan anggota Manggala Agni membantu memadamkan api.
Raffles pun memberikan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada para perempuan Indonesia yang bergabung dalam Brigade Pengendalian Karhutla KLHK – Manggala Agni dan telah turut terjun langsung ke lapangan berjuang melawan api dan asap.
‘’Keberadaan Manggala Agni perempuan di tengah medan api tidak perlu diragukan. Mereka bahkan seringkali mampu menjadi penambah motivasi dan semangat rekan-rekan Manggala Agni lainnya. Banyak tugas-tugas berat yang mampu mereka laksanakan dengan baik bersama tim’’, tambah Raffles.
Ria yang menjalankan tugas selalu ceria, Masito yang patut dijadikan contoh, dan Ni Luh yang tak kenal mengeluh, menjadi warna tersendiri dalam kisah pengabdian Manggala Agni-yang diisi kebanyakan kaum laki-laki. Kiprah mereka beserta puluhan srikandi lainnya terus mewarnai perjuangan Brigade Panglima Api ini, untuk terus mencegah kerusakan lingkungan dari kebakaran, dan menjaga masyarakat dari bencana asap yang menyengsarakan.
Sementara Pantauan Posko Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan KLHK pada Jumat (9/3) pukul 20.00 WIB, berdasarkan satelit NOAA-19, terpantau dua hotspot di Provinsi Riau. Adapun satelit TERRA-AQUA (NASA) mendeteksi empat hotspot, dua titik di Sulawesi Selatan, satu titik di Sulawesi Tengah, dan satu titik di Gorontalo.