Jumat 09 Mar 2018 20:00 WIB

Dedi Mulyadi Temukan Lawan Terberat di Pilgub Jabar

Latar belakang hidup pas-pasan mampu menumbuhkan kepekaan sosial.

Rep: Ita Nina Winarsih/ Red: Sandy Ferdiana
Cawagub Jabar Dedi Mulyadi menggendong seorang pengemis Dede (35 tahun) warga Desa Bojong Sari, Kecamatan Kedung Waringin, Kabupaten Bekasi, beberapa waktu lalu.
Foto: Istimewa
Cawagub Jabar Dedi Mulyadi menggendong seorang pengemis Dede (35 tahun) warga Desa Bojong Sari, Kecamatan Kedung Waringin, Kabupaten Bekasi, beberapa waktu lalu.

REPUBLIKA.CO.ID,PURWAKARTA -- Hampir sebulan ini, para calon gubernur dan wakil gubernur Jabar berkampanye ke berbagai daerah. Mereka menemui masyarakat, relawan, dan pendukung dengan caranya masing-masing. Di tengah perjalanan masa kampanye ini, Cawagub Jabar nomor urut 4 Dedi Mulyadi sempat merenung. 

Disadari betul oleh pria yang kerap mengenakan iket sunda itu, bahwa ikhtiarnya selama ini yakni untuk menghadapi lawan terberatnya. Lawan terberat dalam renungan Dedi, ternyata bukan pasangan calon lain, tetapi dirinya sendiri.  

‘’Lawan terberat kita bukan pasangan nomor satu, dua atau tiga. Lawan terberat saya adalah diri kita sendiri,’’ ujar Dedi kepada sejumlah wartawan di Kabupaten Purwakarta, Jumat (9/3). Maksudnya, Dedi merasa bahwa visi dan programnya akan diuji terlebih dulu oleh masyarakat sebelum diterima.

Tidak hanya itu, diakui Dedi, ikhtiar dan kerja keras juga akan diuji. Setelah menyadari itu semua, tumbuhlah kepercayaan diri. Latar belakang Dedi yang tumbuh dari lingkungan perdesaan dan hidup yang pas-pasan merupakan modal utamanya.

Latar belakang itulah yang membuat Dedi peka terhadap kondisi umum masyarakat kecil yang membutuhkan perhatian. ‘’Ya, kita mah orang kampung. Tetapi, justru karena itu ada kepekaan alamiah yang tumbuh," ungkapnya.

Kondisi itu terbukti saat Dedi menjadi bupati Purwakarta dua periode. Panggilan rasa pada diri Dedi yang mendorong untuk memerhatikan keluhan dan kebutuhan masyarakat di kampung. Di era kepemimpinannya di Kabupaten Purwakarta, berbagai kebijakan telah diberlakukan dan tersistem.

Dengan demikian, sambung Dedi, siapapun penerusnya di Purwakarta hanya tinggal melanjutkan. Sejumlah kebijakan yang digulirkan Dedi di Kabupaten Purwakarta, di antaranya sistem layanan kesehatan berbasis online, ambulance on call 24 jam dan sistem pendidikan berkarakter.

Selain itu, Dedi juga menggenjot pembangunan infrastruktur desa, ruang publik di desa dan di kota, serta akulturasi kultur Sunda dengan perkembangan teknologi. Masifnya pembangunan di Kabupaten Purwakarta cukup mengangkat marwah daerah yang dulu hanya dijadikan pangliwatan (tempat lewat).

Kini, tegas Dedi, Purwakarta mampu sejajar dengan kabupaten/kota lain di Provinsi Jabar. Setiap minggunya, tidak kurang dari 20 ribu wisatawan berkunjung ke Kabupaten Purwakarta. ‘’Akhirnya, ada ikatan ideologis yang sama dengan seluruh warga Jawa Barat. Misalnya, ada keinginan dipimpin orang kampung, mengerti cara mengurus pertanian dan perikanan,’’ papar dia.

Menurut Dedi, masyarakat menginginkan memiliki pemimpin yang mampu menggunakan dan memahami bahasa mereka.

Dedi Mulyadi yang sempat menjadi petani dan peternak itu tidak menampik bahwa pertarungan di Pilgub Jabar membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Namun, tegas dia, untuk menjadi populer di Provinsi Jabar tidak membutuhkan biaya puluhan apalagi ratusan miliar rupiah.

‘’Kata siapa butuh biaya puluhan atau ratusan miliar? Komunikasi langsung dengan warga, itu jauh lebih efektif. Paling hanya butuh buat bensin dan makan beberapa kawan yang ikut,’’ katanya.

Hukum alam, menurut dia, kembali akan berbicara.  Ternyata, tutur Dedi, pola direct touch atau sentuhan langsung mampu menciptakan simpul relawan dengan sendirinya. Kini, Dedi tidak perlu menawar-nawarkan diri untuk berkunjung ke daerah, karena masyarakat sendiri yang ingin dikunjunginya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement