Sabtu 10 Mar 2018 05:05 WIB

Komite Pemantau: Parpol Abaikan Proses Pengusungan Capres

Berdasarkan UU, harus ada proses rekrutmen capres-cawapres yang demokratis

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Bilal Ramadhan
Pemilu (ilustrasi)
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Pemilu (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komite Pemantau Legislatif (KOPEL) Indonesia melihat, partai politik cenderung mengabaikan proses rekrutmen dalam menentukan usungan calon presiden dan wakil presiden untuk Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019. Padahal, menurut UU No 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik, harus ada proses rekrutmen yang dilakukan, terukur dan demokratis.

Direktur KOPEL Indonesia, Syamsuddin Alimsyah, mengatakan, fenomena tersebut sudah terlihat dari sikap beberapa partai politik menuju Pemilu 2019. "Mereka sudah mendeklarasikan dukungan calon presiden pada pemilu 2019 tanpa ada proses mekanisme yang terjadi sebelumnya," ujarnya ketika dikonfirmasi Republika.co.id, Jumat (9/3).

Syamsuddin menyayangkan sikap partai politik yang tertutup dalam melakukan rekrutmen calon presiden dan calon wakil presiden. Hal tersebut menjadi wujud nyata kemunduran partai politik sebagai laboratorium demokrasi.

Kondisi ini, diakui Syamsuddin, tidak seperti beberapa tahun sebelumnya, di mana partai politik dengan cerdas mampu menggagas mekanisme rekrutmen kandidat. Konsep ini menjamin publik, atau setidaknya konstituten partai politik, masih bisa ikut berpartisipasi dari awal penentuan kandidat.

"Baik itu dengan mekanisme konvensi atau proses pemilu raya internal partai," ucapnya.

Dengan cara lama, publik lebih awal diajak untuk menilai langsung bakal calon kandidat melalui ide gagasan atas kebangsaan. Tidak seperti sekarang ini, di mana masyarakat sekadar disuguhi informasi hasil survei elektabilitas seseorang yang keyakinannya tidak terlalu kuat.

Sikap tertutup partai politik ini telah membawa implikasi nyata bagi publik. Di antaranya, masyarakat tidak mendapatkan informasi atau penjelasan kuat atas argumentasi yang dibangun partai politik dalam menentukan pilihan.

"Misalnya, apakah karena visi, gagasan kebangsaan atau karena ada faktor lain," tutur Syamsuddin.

Dampak kedua, harapan atau aspirasi publik atas persoalan bangsa selama ini serta merta menjadi terabaikan, termasuk kekhawatiran mereka akan tingginya kasus korupsi di semua institusi. Persoalan tersebut sejatinya direkam oleh partai politik dalam fungsinya penyerapan aspirasi.

Dalam konteks tersebut, pengambilan keputusan atas dukungan capres menjadi dasar utama yang harus dipertimbangkan.

Dapat mengunjungi Baitullah merupakan sebuah kebahagiaan bagi setiap Umat Muslim. Dalam satu tahun terakhir, berapa kali Sobat Republika melaksanakan Umroh?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement