Jumat 09 Mar 2018 17:05 WIB

Bola Panas Mahasiswi Bercadar

Menurut Menag, pemakaian cadar dalam Islam wujud pengalaman keyakinan beragama.

Mahasiswi Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta yang mengenakan cadar berada di kawasan kampus UIN Sunan Kalijaga, Sleman, Yogyakarta, Kamis (8/3).
Foto: Antara/Andreas Fitri Atmoko
Mahasiswi Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta yang mengenakan cadar berada di kawasan kampus UIN Sunan Kalijaga, Sleman, Yogyakarta, Kamis (8/3).

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ali Mansur, Muhyuddin, Wahyu Suryana, Novita Intan

JAKARTA -- Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin angkat bicara ihwal rencana pelarangan penggunaan cadar oleh mahasiswi di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (UIN Suka) Yogyakarta. Menurut Lukman, pemakaian cadar dalam Islam merupakan wujud pengalaman keyakinan beragama.

Hal itulah yang harus dihormati sesama umat beragama. "Yang mengatakan bukan bagian pengamalan agama masing-masing harus membangun toleransi yang tinggi, saling menghargai, dan tidak boleh saling memaksakan. Jadi, ini pandangan yang sangat beragam," katanya di Jakarta, kemarin.

Politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini menambahkan, sikap UIN Suka bukan pada perspektif ini, melainkan bentuk mekanisme program akademik. Mekanisme itu harus dilakukan secara terukur dan bisa dipertanggungjawabkan. "Itu kewenangan penuh program tinggi keagamaan. Itu otonomi kampus," ujar Lukman menjelaskan.

Kendati begitu, dia menilai, langkah UIN Suka bukan karena alasan teologis atau agama, fikih, atau lainnya. "Karena yang dikeluhkan oleh rektor, dosen, kalau orang yang tertutup seluruhnya hanya matanya tampak ketika akan ujian-ujian sulit, apakah ini yang ikut ujian mahasiswa yang terdaftar atau jangan-jangan joki," kata Lukman.

photo
Menag Lukman Hakim Saifuddin

Petinggi dua organisasi massa Islam terbesar, PP Muhammadiyah dan PB Nahdlatul Ulama, memiliki pandangan berbeda terkait kebijakan UIN Suka. Hak asasi manusia (HAM) menjadi titik perbedaan kedua pihak.

Ketua PP Muhammadiyah Anwar Abbas mengatakan, kebijakan UIN Suka sudah melanggar HAM sebagaimana tertuang dalam Pasal 29 UUD 1945. Menurut dia, peraturan UIN Suka jelas lebih rendah daripada dasar negara Indonesia.

"Lalu pertanyaannya adalah di negara kita ini ada hierarki hukum. UUD 1945 menempati posisi paling tinggi," ujarnya kepada Republika.co.id, Kamis (8/3).

Karena itu, menurut Anwar, apabila ada warga negara memakai cadar, negara harus menghormati. Begitu pun jika yang bersangkutan tidak mau bercadar. Untuk itu, Anwar menyarankan agar Rektor UIN Suka menggunakan cara-cara yang lebih persuasif terhadap mahasiswi yang bercadar sehingga tidak membuat bangsa ini berada dalam kegaduhan.

Ketua PBNU Sulton Fatoni menghargai kebijakan UIN Suka. Menurut dia, langkah itu tidak melanggar HAM. "Karena rektor tidak melarang menutup aurat, yang dilarang hanya memakai cadar," kata Sulton.

Menurut dia, dalam konteks pelarangan cadar di UIN Suka, rektor sedang memberlakukan peraturan yang memudahkan proses belajar mengajar perkuliahan dengan cara memilih memberlakukan dua aturan, yaitu kerudung-jilbab dan tidak cadar. Kendati demikian, Sulton tidak menyalahkan jika ada Muslimah yang berketetapan menggunakan cadar.

photo
Cadar di UIN Suka.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement