Kamis 08 Mar 2018 10:25 WIB

MK Gelar Sidang UU MD3 Hari Ini

Uji materi diajukan ke MK setelah pengesahan di DPR, meski belum diteken Jokowi.

Partai Solidaritas Indonesia saat megajukan uji materi Revisi Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) ke Mahkamah Konstitusi, Jumat (23/2).
Foto: Republika/Ronggo Astungkoro
Partai Solidaritas Indonesia saat megajukan uji materi Revisi Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) ke Mahkamah Konstitusi, Jumat (23/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Mahkamah Konstitusi (MK) akan menggelar sidang pendahuluan untuk tiga perkara pengujian Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3), Kamis (8/3) siang. Permohonan perkara diajukan oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK), dan dua perserorangan warga negara Indonesia.

"MK akan menggelar sidang perdana untuk tiga perkara pengujian UU MD3," kata juru bicara MK Fajar Laksono melalui pesan singkat yang diterima di Jakarta, Kamis.

Ketiga perkara tersebut menggugat ketentuan dalam Pasal 73 ayat (3), Pasal 73 ayat (4) huruf a dan c, Pasal 73 ayat (5), Pasal 122 huruf k, dan Pasal 245 ayat (1) UU MD3. Dalam berkas perkara yang diterima MK, para pemohon menyebutkan pasal-pasal dalam UU MD3 tersebut telah menimbulkan ketidakpastian hukum, perlakuan tidak adil di hadapan hukum bagi masyarakat, bahkan pelanggaran hak asasi manusia.

Dalam Pasal 73 ayat (3), ayat (4) huruf a dan c, dan ayat (5) menyatakan DPR berhak melakukan pemanggilan paksa melalui pihak kepolisian, bila ada pejabat, badan hukum, atau warga negara yang tidak hadir setelah dipanggil tiga kali berturut-turut oleh DPR. Sementara Pasal 73 ayat (5) menyebutkan bahwa dalam menjalankan panggilan paksa tersebut Polri diperbolehkan menyandera setiap orang paling lama 30 hari.

Pemohon menilai Pasal 122 huruf k telah bertentangan dengan prinsip hak asasi manusia. Sebab dalam pasal tersebut memuat ketentuan bahwa DPR akan melakukan langkah hukum bagi siapapun yang merendahkan martabat dan kehormatan DPR dan anggota DPR.

Hal ini kemudian dinilai oleh para pemohon sebagai upaya pembungkaman suara rakyat dalam memberikan kritik kepada penguasa legislatif. Ini bertentangkan dengan prinsip hak asasi manusia dan demokrasi.

Pasal 245 ayat (1) memuat bahwa setiap anggota DPR memiliki hak imunitas secara luas. Hal ini mengancam kepastian hukum yang adil, juga mengancam adanya diskriminasi di hadapan hukum.

Permohonan uji materi ini diajukan ke MK hanya berselang beberapa hari setelah DPR mengundangkan aturan ini ini, meskipun belum ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement