REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Teknologi Informasi (TI) Ismail Fahmi menyebut jaringan masif Muslim Cyber Army (MCA) lebih tidak terstruktur dari jaringan masif lainnya. Sebab, dalam jaringan tersebut tidak pernah ada yang bertanggung jawab dalam produk-produk sebaran konten yang telah tersebar di media sosial.
"Jaringan MCA tidak memiliki bentuk dan struktur yang secara pasti, tidak ada penanggung jawab, tidak memiliki kepemimpinan," kata Ismail kepada Republika.co.id, Selasa (6/3). Hal itu, kata dia, berbeda dengan kondisi jaringan lawannya yakni jaringan yang pro dengan pemerintah.
Ia menuturkan, jaringan propemerintah sebelumnya yang dibentuk pada masa Pilkada Gubernur DKI Jakarta pada 2012 memiliki struktur yang lebih pasti. "Kalau jaringan itu lebih profesional, dioder untuk tim pemenangan, dan memiliki strategi yang jelas. Dan juga siapa yang suruh juga jelas," kata dia.
Sehingga, menurutnya, saat ini masih akan sulit mencari penanggung jawab di balik konten hoaks yang sering diproduksi oleh jaringan itu. Penangkapan yang dilakukan oleh pihak kepolisian terhadap beberapa kasus-kasus penyebaran hoaks, kata dia, hanya sebuah shock therapy yang dilakukan oleh polisi.
"Polisi memilih-milih saja siapa yang ditangkap, seperti yang kemarin itu dosen. Tapi sebenarnya tak ada struktur yang pasti, jadi diabukan penanggung jawabnya," jelas Ismail.
Jaringan MCA, kata dia, pada awalnya dibentuk dari beberapa orang yang memiliki tujuan dan ideologi yang sama yakni membela kepentingan agama Islam. Namun, karena jaringan ini bersifat natural, lama-lama mereka merekrut banyak orang. "Lalu mereka melabeli diri sebagai MCA yang kemudian disalahgunakan," ujarnya.
Menurut dia, persebaran konten hoaks yang diproduksi olehjaringan MCA tersebar ke berbagai kalangan. "Mereka menyasar semua kalangan,baik atas, bawah, kanan, kiri, karena yang disebar terkait dengan konten agama yang sangat laku bagi masyarakat," tuturnya.