REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ada dua pendekatan agar penuntasan penyebar kabar bohong atau hoaks bisa dilakukan. Polri sebagai penegak hukum harus menangkap dan menindak semua aktor penyebar hoaks agar rasa percaya masyarakat terhadap mereka dapat meningkat.
"Melalui pendekatan hukum dan kebijakan. Sifatnya top down. Penegakan hukum seperti tecermin dengan penangkapan-penangkapan aktor hoaks," ungkap peneliti Communication and Information System Security Research Center (CISSReC) Ibnu Dwi Cahyo kepada Republika, Selasa (6/3).
Menurut dia, pemerintah perlu menelurkan kebijakan yang mendukung pemberantasan hoaks. Salah satu contohnya terkait dengan edukasi masyarakat. Mungkin, kata dia, bisa melalui kurikulum pendidikan tentang berinternet dan bermedia sosial yang sehat.
Pendekatan berikutnya berupa pendekatan kultural. Hal tersebut dapat dilakukan pemerintah bersama dengan masyarakat dan pegiat. Dengan bekerja sama langsung bersama pegiat dan masyarakat, pemerintah bisa mengetahui keadaan riil di lapangan.
"Polri juga harus menangkap semua pihak penyebar hoaks. Ini sangat penting untuk menumbuhkan rasa percaya masyarakat kepada kepolisian," tuturnya.
Ia menerangkan, Polri bisa membangun komunikasi dengan masyarakat melalui turun langsung di lapangan atau bisa juga lewat media sosial. Hal itu perlu dilakukan agar tidak ada keberjarakan antara Polri dengan sebagian masyarakat.
"Tapi prinsipnya apa yang dilakukan Polri sudah on the track. Tinggal masyarakat mengawal saja dan memberi masukan," katanya menerangkan.