Selasa 06 Mar 2018 17:52 WIB

Pengamat: Kemunculan Poros Baru tak Cukup Kuat

Jika PBB ikut bergabung dalam poros baru akan berkontribusi secara emosional religius

Rep: Ali Mansur/ Red: Bilal Ramadhan
Pilkada Serentak (Ilustrasi)
Foto: Antara/Rahmad
Pilkada Serentak (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Brawijaya Malang, Anang Sudjoko mengatakan pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 sangat memungkinkan munculnya poros baru. Hanya saja, poros alternatif ini belum bisa menandingi koalisi pengusung Presiden Joko Widodo.

"Namun saya tidak yakin poros baru yang dimotori dua parpol ini bisa mengimbanginya. Karena magnet Joko Widodo sebagai calon presiden (capres) semakin kuat dengan komunikasi politiknya dengan partai-partai baru," jelas Anang saat dihubungi melalui sambungan telepon, Selasa (6/3).

Namun, kata Anang, apabila dua partai ini tetap membuat poros baru, maka mereka harus menggugah kembali kekuatan koalisi merah putih yang loyalis untuk memunculkan kekuatan baru. Bahkan jika Partai Bulan Bintang (PBB) turut bergabung ke dalam poros ini bakal memberikan kontribusi yang signifikan secara emosional religius.

Selain itu menurut Anang, belum munculnya kandidat capres dari beberapa Parpol bukan karena mereka tidak memiliki sosok yang diusung. Sebenarnya, kata Anang, mereka sudah mengantonginya, namun mereka harus berpikir strategi dalam rangka untuk mendapatkan capres yang handal.

Hal itu dilakukan mereka, agar tidak memunculkan resisten di beberapa parpol yang diajak berkoalisi. "Popularitas capres dari pesaing Jokowi pasti lebih rendah. Oleh karena itu mesin partai harus benar-benar dipastikan bekerja secara optimal," tutup Anang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement