Senin 05 Mar 2018 12:38 WIB

Ketua Majelis Hakim Minta Sidang Setnov Digelar Setiap Hari

Hakim menginginkan tuntutan dapat dibacakan pada 22 Maret.

Terdakwa kasus korupsi pengadaan KTP elektronik Setya Novanto (tengah) saat menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (26/2).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Terdakwa kasus korupsi pengadaan KTP elektronik Setya Novanto (tengah) saat menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (26/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua majelis hakim pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Yanto menginginkan sidang KTP Elektronik (KTP-el) dengan terdakwa Setya Novanto dapat berlangsung setiap hari. Tujuannya agar tuntutan hukumannya dapat dibacakan pada 22 Maret mendatang.

"Pekan depan sidangnya setiap hari. Jadi nanti diagendakan tanggal 22 Maret sudah tuntutan," kata Yanto di pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (5/3).

Hal itu disampaikan Yanto dalam sidang pemeriksaan KTP-el dengan terdakwa mantan ketua DPR Setya Novanto yang didakwa merugikan keuangan negara hingga Rp 2,3 triliun dari total anggaran KTP-el sebesar Rp 5,9 triliun. Pada hari ini, sidang mengagendakan 10 orang saksi.

"Nanti saksi maksimal pukul 17.00 WIB selesai. Sesi kedua saksi maksimal pukul 22.00 WIB selesai, jadi kita selesaikan hari ini jangan sampai ditunda," ungkap Yanto.

Yanto juga meminta agar saksi baik dari jaksa penuntut umum dan penasihat hukum segera disiapkan. "Disiapkan juga saksi-saksi dari penasihat hukum dari sekarang ya," tambah Yanto.

"Siap," kata JPU KPK Abdul Basir.

Dalam perkara ini Setnov diduga menerima 7,3 juta dolar AS dan jam tangan Richard Mille senilai 135 ribu dolar AS dari proyek KTP-el. Setya Novanto menerima uang tersebut melalui mantan direktur PT Murakabi sekaligus keponakannya Irvanto Hendra Pambudi Cahyo maupun rekan Setnov dan juga pemilik OEM Investmen Pte.LTd dan Delta Energy Pte.Lte yang berada di Singapura Made Oka Masagung.

Sedangkan, jam tangan diterima Setnov dari pengusaha Andi Agustinus dan direktur PT Biomorf Lone Indonesia Johannes Marliem sebagai bagian dari kompensasi karena Setnov telah membantu memperlancar proses penganggaran. Total kerugian negara akibat proyek tersebut mencapai Rp 2,3 triliun.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement