REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Pakar keamanan siber Pratama Persada mengatakan, kebijakan registrasi kartu SIM bakal mempersulit aksi para produsen hoaks, seperti kelompok Muslim Cyber Army (MCA). Ia pun berharap pembatasan kepemilikan kartu prabayar akan mengurangi penyebaran konten hoaks.
"Karena kartu prabayar yang dibeli bebas dalam jumlah banyak, inilah yang menjadi alat bantu utama pelaku dan penyebar hoaks," kata Ketua Lembaga Riset Keamanan Siber dan Komunikasi (CISSReC) itu melalui siaran pers, Senin (5/3) pagi.
Dalam menyebarkan konten hoaks, kata Pratama, grup seperti MCA dan Saracen memakai akun-akun media sosial dan juga WhatsApp serta Telegram. Untuk membuat akun-akun media sosial tersebut, lanjut dia, membutuhkan surat elektronik (surel) atau electronic mail (e-mail).
Saat ini, lanjut dia, untuk membuat surel perlu nomor seluler sebagai syarat autentikasi. Begitu pula layanan media sosial mulai mewajibkan pemakaian nomor seluler saat pendaftaran.
"Jadi, jika kebijakan registrasi SIM card berjalan baik, data pemilik kartu seluler akan jelas teridentifikasi. Para produsen hoaks akan berpikir dua kali untuk membuat dan menyebarkan berita-berita bohong," katanya.
Sementara itu, kartu-kartu yang tak didaftarkan akan diblokir sehingga secara bertahap media sosial penyebar berita bohong tersebut akan berkurang. Ia menginformasikan, pemblokiran bertahap akan berakhir pada 30 April mendatang.
"Patut ditunggu apakah intensitas penyebaran konten hoaks akan berkurang drastis atau tidak," katanya.