Sabtu 03 Mar 2018 05:59 WIB

Politisasi Agama

Terdapat distorsi yang luar biasa atas politisasi agama, maknanya begitu buruk.

Agama (ilustrasi)
Foto:

Jarang sekali politisasi agama dialamatkan kepada para kandidat politik yang sebelumnya begitu jauh dan bahkan cenderung anti dan memusuhi Islam, tapi tiba-tiba tampak begitu “bersahabat” dengan umat Islam dan gemar pula menggunakan simbol-simbol atau idiom-idiom Islam.

Terjadi bias pemaknaan dan salah sasaran dalam menyematkan stigma politisasi agama. Seharusnya, stigma politisasi agama itu disematkan kepada kelompok yang menjadikan Islam sebagai alat untuk menggapai kekuasaan dalam artian sempit.

Bukan kepada umat Islam yang tengah memperjuangkan, mendukung, dan memilih pemimpin politik dengan mempertimbangkan dan merujuk pada prinsip-prinsip politik fundamental dalam Islam.

Selagi politisasi agama lebih berdimensi politik keumatan tak semestinya dimaknai secara negatif. Sebaliknya, yang harus diwaspadai dan pantas diberi stigma adalah politisasi agama yang sarat kepentingan pribadi.

Apalagi, hal itu dilakukan oleh mereka yang selama ini tak ramah dan bahkan fobia terhadap Islam. Kampanye dan bias pemaknaan politisasi agama sebenarnya lebih merupakan gambaran ketakutan terhadap bangkitnya Islam politik.

Politisasi agama bukan hal baru dilakukan oleh umat Islam. Sejak masa Orde Lama, Orde Baru, dan hingga memasuki awal dekade kedua era Reformasi, politisasi agama niscaya dilakukan oleh kelompok Islam.

Namun, karena dilihat bahwa kekuatan politik Islam tidak signifikan dan tidak cukup membahayakan bagi kekuatan politik anti-Islam, politisasi agama pun tidak pernah disoal atau digugat.

Ketika kekuatan politik Islam dengan menggunakan basis massa //grassroot// dinilai mulai dan bahkan bakal membahayakan, maka langkah-langkah politik umat Islam mulai dipersoalkan. Stigma politisasi agama pun disematkan kepada umat Islam.

Percayalah, seperti halnya stigma radikal dan kampanye radikalisme yang mulai menuai kegagalan, kampanye politisasi agama pun diyakini akan menuai kegagalan.

Manusia boleh saja merencanakan dan melakukan tipu daya, tapi percayalah Tuhan pasti akan membalas tipu dayanya, wamakaru wamakarallah, wallahu khairul makirin.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement