REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jogja Corruption Watch (JCW) menyayangkan pernyataan Kabareskrim Polri yang mengatakan jika ada oknum pejabat daerah korupsi tapi uang sudah dikembalikan, maka perkaranya bisa dihentikan. JCW menilai hal itu bisa memunculkan multitafsir.
"Pernyataan Kabareskrim Polri bisa menimbulkan dan dimaknai berbagai tafsiran. Artinya, bisa saja publik mengartikan silakan korupsi, tetapi dikembalikan uang yang anda korupsi, maka tidak dipidana. Maka, kasus korupsi akan semakin subur," ujar Koordinator Pengurus Harian (KPH) JCW Baharuddin Kamba, dalam keterangan tertulis, Jumat (2/3).
Menurut Baharuddin, wacana penghentian kasus korupsi bagi pejabat daerah yang menyerahkan uang hasil korupsi lalu proses hukum bisa dihentikan, sangat tidak sejalan dengan semangat pemberantasan korupsi dan tentunya menabrak Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). "Dan bisa menjadi lonceng kematian bagi upaya pemberantasan korupsi di republik ini," ucapnya.
Baharuddin menambahkan, merujuk pada pasal 4 UU Pemberantasan Korupsi, disebutkan pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana sebagaimana yang dimaksud pada pasal 2 dan 3. Jika mengembalikan uang korupsi tidak dipidana, papar Baharuddin, maka para pelaku kejahatan biasa (pidana umum) ibarat tukang copet atau rampok, silahkan nyopet atau merampok terus uang hasilnya dikembalikan, maka tidak dipidana.
"Kalau ini terjadi, maka pemahaman hukum yang keliru dan perlu diluruskan," katanya.