Jumat 02 Mar 2018 08:33 WIB

Dikunjungi Ridwan Kamil, Nelayan Keluhkan Limbah

Wilayah mereka di Muara Gembong berpotensi ekowisata mangrove.

Kandidat Gubernur Jabar Ridwan Kamil meninjau kampung nelayan, Pantai Mekar, Muara Gembong, Kabupaten Bekasi
Kandidat Gubernur Jabar Ridwan Kamil meninjau kampung nelayan, Pantai Mekar, Muara Gembong, Kabupaten Bekasi

REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI--Kampung nelayan  Pantai Mekar, Muara Gembong, Kabupaten Bekasi berharap pemimpin Jabar kelak memperhatikan para nelayan. Saat ini masalah besar yang dihadapi  nelayan adalah limbah yang menyebabkan ikan mati. Nari, Ketua Gapokyan (Gabungan Kelompok Nelayan) di desa itu mengungkapkan hal itu kepada Kandidat Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, yang berkunjung ke kampung itu. "Limbah industri menyebabkan ikan mati dan tambak ditinggal nelayan karena tidak ada hasilnya. Air tercemar, kotor, bau yang berasal dari   limbah industri," kata Nari dalam siaran pers yang diterima Republika, Jumat (2/3).

Menurut Nari, pihaknya sudah melaporkan masalah limbah ke pemerintah Kabupaten dan KLH. Namun sampai sekarang belum ada penanganannya. "Saya malah disuruh cari darimana asal limbah itu. Bagaimana saya mau nyari, caranya saja saya tidak tahu dan setiap hari saya  sibuk cari ikan di laut," ujarnya. Warga Desa Pantai Mekar ini dihuni oleh 500 Kepala Keluarga. Mayoritas penduduknya bermata pencaharian sebagai nelayan dan bertani padi. Kondisi kampung nelayan berada dipaling ujung Kabupaten Bekasi. Rumah- rumah mereka ada di sepanjang kali yang  airnya mengalir ke muara Gembong.

Sejumlah nelayan di sana mengeluhkan soal  abrasi yang sering terjadi karena tidak ada dam atau pemecah air. Selama ini, untuk menghindari abrasi, nelayan menanam mangrove. Tapi mangrove tak mampu menahan abrasi yang cukup kuat. "Kami ingin pemimpin Jabar nanti, Pak Ridwan Kamil bisa membangun dam agar abrasi tidak terus terjadi," kata Marudi, 60 tahun, nelayan setempat. Selain itu, dia juga mengungkapkan bahwa di desanya kesulitan air bersih. PAM jarang ke desanya. "Air tanah di sini asin, kami berharap ada air bersih, " kata Muradi. Kali menuju laut yang tidak terlalu luas, menurutnya sebaiknya dilebarkan atau dinormalisasi. Tujuannya, kata dia agar air dari Sungai Citarum bisa mendorong air laut hasil abrasi ke laut.

Sementara itu, Ahmad Daryanto, Ketua  Kelompok sadar wisata (Gapokdar) menyatakan, bahwa desa mereka sangat berpotensi menarik  wisatawan. Karenanya mereka membangun ekowisata mangrove yang baru sekitar 100 meter dari target 650 meter. "Untuk membangun ekowisata mangrove 100 meter menghabiskan 20 juta. Kami kekurangan dana untuk mengembangkan ekowisata tersebut," kata Ahmad. Bila Kang Emil jadi Gubernur Jabar, kata Ahmad, warga desa nelayan minta agar Kang Emil bisa memperhatikan desa nelayan yang memiliki masalah yang sangat kompleks. "Masalah yang dihadapi di desa kami, mulai dari masalah kesehatan, penyakit banyak, sepertu penyakit kulit, koreng dan sebagainya dan  hasil nelayan susah dijual mahal, " ujar Ahmad. Dia pernah membuat gerakan ibu-ibu wirausaha, dengan mengolah ikan hasil tangkapan suaminya. "Sudah dikemas bagus tapi  bingung soal penjualan, " katanya.

Menanggapi keluhan nelayan, Kang Emil menyatakan pihaknya sudah mencatat dan akan mencarikan solusinya. Menurut dia, solusi abrasi, maka laut harus di dam dan mangrove harus tetap dilestarikan. "Soal limbah laut, biar pemerintah yang mencarikan solusinya. Nggak masuk akal kalau nelayan yang harus selidiki limbah," ujarnya.

Sementara itu terkait ekowisata, Kang Emil memperlihatkan gambar yang dibuatnya beberapa menit setelah menyusuri muara. "Saya berencana membangun eko wisata di sepanjang sungai, ada teras di sepanjang sungai yang jual  makanan, suvenir, dan wisata mangrove, " kata Kang Emil menjelaskan gambar yang diperlihatkan lewat layar monitor.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement