Kamis 01 Mar 2018 05:03 WIB

Jusuf Kalla dan Upaya Mendamaikan Afghanistan

Afghanistan percaya dan menerima Indonesia sebagai mediator perdamaian.

Isteri Presiden Afghanistan Rula Ghani , Presiden Afghanistan Ashraf Ghani  dan Wakil Presiden Republik Indonesia Muhammad Jusuf Kalla berdiri berkenaan dengan lagu kebangsaan Afghanistan selama upacara pembukaan Konferensi Proses Kabul Kedua di istana kepresidenan, Kabul, Afghanistan, (28/2).
Foto: EPA-EFE / Jawad Jalali
Isteri Presiden Afghanistan Rula Ghani , Presiden Afghanistan Ashraf Ghani dan Wakil Presiden Republik Indonesia Muhammad Jusuf Kalla berdiri berkenaan dengan lagu kebangsaan Afghanistan selama upacara pembukaan Konferensi Proses Kabul Kedua di istana kepresidenan, Kabul, Afghanistan, (28/2).

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Andi Nur Aminah, dari Kabul, Afghanistan

Upaya rekonsiliasi nasional terus dilakukan untuk menuju perdamaian di Afghanistan. Hal tersebut menjadi salah satu isi pertemuan penting antara Wakil Presiden RI Jusuf Kalla (JK) dan Presiden Afghanistan Ashraf Ghani di Istana Haram Sarai, Kabul, Selasa (27/2) malam.

Kedatangan Wapres Jusuf Kalla ke Kabul menindaklanjuti pembicaraan Presiden Joko Widodo saat ke Kabul akhir Januari lalu. Saat itu, Indonesia menyatakan kesediaannya memfasilitasi upaya rekonsiliasi negara yang terdiri atas berbagai suku itu.

Wapres mengatakan, sebagai langkah awal, yang pertama akan dilakukan adalah akan dilaksanakan pertemuan tripartit ulama. "Pertemuan tripartit ulama Indonesia, Afghanistan dan Pakistan akan dilakukan untuk membahas perdamaian di Afghanistan. Pertemuan itu akan dilaksanakan dalam waktu dekat di Indonesia," ujar Kalla.

Kedatangan Jusuf Kalla memberi harapan baru akan upaya menuju perdamaian di negara tersebut. JK dan rombongan tiba di Bandara Internasional Hamid Karzai, Kabul, Afghanistan sekitar pukul 13.40 waktu setempat.

Beda waktu antara Kabul dan Jakarta adalah sekitar dua jam. Tiba di Kabul, sebelum bertemu dengan Presiden Ashraf Ghani, JK melakukan pertemuan tete a tete dengan Chairman High Peace Council (HPC) Mohammad Karim Khalili di Istana Haram Sarai.

Di Kabul, warga tempatan terlihat melaksanakan aktivitas kesehariannya dengan tenang-tenang saja. Beberapa di antaranya terlihat berdagang di pinggir jalan. Meski di sekitar mereka dan di beberapa sudut kota, juga terlihat pasukan keamanan Afghanistan yang berjaga-jaga dengan membawa senjata laras panjang.

Sejak berdiri sebagai negara modern pada 1970-an, Afghanistan telah didera berbagai perang. Konflik terkini berkaitan erat dengan serangan Amerika Serikat (AS) ke negara itu pada 2001.

Saat itu, AS menyerang dengan menuding bahwa rezim Taliban yang berkuasa di Afghanistan menyembunyikan Usamah bin Ladin, pimpinan kelompok ekstremis Alqaidah. Usamah dituding AS sebagai dalang serangan 9 September 2001 ke sejumlah lokasi di AS.

AS akhirnya berhasil menggulingkan Taliban dan menaikkan pimpinan baru di Afghanistan yang terpilih secara demokratis. Kendati demikian, Taliban belum menyerah dan terus melakukan perlawanan serta melancarkan serangan teror yang sejauh ini telah merenggut ratusan korban. Taliban sementara ini lebih sering beroperasi di wilayah yang berbatasan dengan Pakistan.

Wakil Presiden melawat ke Afghanistan dari 27 Februari-1 Maret 2018. Jusuf Kalla bertolak ke Afghanistan untuk memenuhi undangan HPC. Dalam undangan tersebut, Jusuf Kalla diminta membagi pengalamannya dalam menyelesaikan sejumlah konflik yang terjadi di Indonesia, seperti konflik Aceh, Poso, dan Ambon.

Kunjungan ini sekaligus menjadi tindak lanjut dukungan Indonesia dalam proses perdamaian di Afghanistan. Sebelumnya, pada Senin (12/2) lalu, Jusuf Kalla menerima rombongan delegasi perdamaian Afghanistan atau HPC di kantornya. Pertemuan tersebut didampingi oleh Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dan Duta Besar Afghanistan untuk Indonesia Roya Rahmani.

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan, pertemuan itu merupakan kelanjutan dari pembahasan mengenai perwujudan proses perdamaian di Afghanistan. Retno menegaskan, Indonesia berkomitmen untuk membantu terciptanya perdamaian di Afghanistan.

"Indonesia dipercaya, atau bisa diterima, untuk bisa memberikan kontribusi terhadap proses perdamaiannya," kata Retno.

Komitmen dukungan perdamaian di Afghanistan juga telah dinyatakan oleh Presiden Joko Widodo melalui kunjungan kenegaraan ke negara tersebut pada 29 Januari 2018, yang merupakan kunjungan kedua Presiden Indonesia setelah Kunjungan Kenegaraan Presiden Sukarno pada 1961.

Keesokan harinya selepas pertemuan dengan Jusuf Kalla, Presiden Afghanistan Ashraf Ghani langsung membuka pintu bagi kelompok Taliban untuk menjadi partai politik yang sah secara hukum. Tawaran tersebut diberikan sebagai bagian dari rencana perdamaian kedua belah pihak.

Pemerintah Afghanistan meminta gencatan senjata dan siap untuk membebaskan para tahanan Taliban. Presiden Ghani juga bersedia mengadakan peninjauan kembali konstitusi sebagai bagian dari perjanjian dengan Taliban.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement