REPUBLIKA.CO.ID, Ditsiber Bareskrim Polri menangkap sejumlah orang terkait dugaan penyebaran hoaks dalam kelompok Muslim Cyber Army (MCA). Kepala Subdirektorat I Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Komisaris Besar Polisi Irwan Anwar menuturkan kelompok yang diduga menyebarkan hoaks berkedok MCA ini mirip dengan kelompok Saracen.
"Kalau di Saracen kan terstruktur organisasinya, kalau ini tidak ada struktur organisasinya, tapi mereka jelas berkelompok," kata Irwan, Selasa (27/2).
Sampai saat ini, polisi telah mengamankan enam orang terkait kelompok MCA ini.
Berdasarkan keterangan tertulis Dirtipid Siber Bareskrim Polri Brigjen Fadil Imran, tersangka ditangkap serentak pada Senin (26/2). Tersangka berinisial ML (40 tahun) ditangkap di Sunter, Jakarta Utara, RSD (35) ditangkap di Pangkal Pinang, Kepulauan Bangka Belitung.
Kemudian tersangka tiga berinisial RS ditangkap di Jembrana, Bali. Sedangkan Yus ditangkap di Sumedang, Jawa Barat.
Irwan Anwar menambahkan, dua tersangka lain ditangkap di Palu, Sulawesi Tengah, dan Yogyakarta. Namun, dua tersangka ini belum dapat disebut inisialnya.
Irwan mengatakan, tersangka yang sudah ditangkap memiliki peran besar. "Anggota MCA ini ada ratusan ribu, tapi kita tangkap yang biangnya saja," ujar dia.
Menurut Irwan, para pelaku tersebut diduga menyebarkan hoaks yang meresahkan masyarakat belakangan ini terkait ulama. "Penyebar berita bohong terkait isu PKI bangkit, penculikan ulama," ujar dia.
Para tersangka dijerat dengan perbuatan pidana sengaja menunjukkan kebencian atau rasa benci kepada orang lain berdasarkan SARA. Pelaku juga disangka dengan sengaja dan tanpa hak menyuruh melakukan tindakan yang menyebabkan terganggunya sistem elektronik dan atau membuat sistem elektronik tidak bekerja sebagaimana mestinya.
Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Brigjen Fadil Imran mengatakan, kelompok ini merupakan kelompok inti pelaku ujaran kebencian MCA yang tergabung dalam grup Whatsapp the Family MCA.
"Berdasarkan hasil penyelidikan grup ini sering melempar isu yang provokatif di media sosial," kata Fadil dalam keterangan tertulisnya, Selasa (27/2).
Isu yang dimaksud seperti isu kebangkitan PKI, penculikan ulama, dan penyerangan terhadap nama baik presiden, pemerintah, serta tokoh-tokoh tertentu. Bahkan, kata dia, para pelaku juga berupaya menyebarkan virus yang sengaja dikirimkan kepada orang atau kelompok lawan yang berakibat dapat merusak perangkat elektronik bagi penerima.
Pelaku terancam Pasal 45A ayat (2) jo Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan atau pasal jo Pasal 4 huruf b angka 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis dan/atau Pasal 33 UU ITE.
Sebelumnya, pada Agustus tahun lalu, kepolisian menangkap sejumlah orang yang diduga sebagai dalang di balik akun penyebar hoaks dan berbau SARA, Saracen. Bahkan, saat itu, polisi menyebut ada lebih dari 800 ribu akun yang mirip dengan Saracen.
Para pelaku, biasanya mengunggah gambar, meme, atau sebuah narasi pada grup tertentu. Kemudian grup menjadi ramai memperbincangkan konten yang diunggah sedangkan pelakunya menghilang dan langsung menutup akun.
Pada saat mengamankan salah satu tersangka Saracen berinisial JAS, kepolisian menemukan 50 SIM card. JAS disebut ahli dalam membuat akun-akun anonymous dengan mengganti-ganti nomor telepon. (Pengolah: agus raharjo).