REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengacara Elza Syarief mengungkapkan, anggota Komisi II DPR dari fraksi Partai Hanura Miryam S Haryani menerima kotak berisi uang untuk para anggota Komisi II DPR. Hal itu diungkapkan Elza dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (26/2).
"Dia menggambarkan terima satu kotak, saya tidak tanya jumlahnya, cuma dia gambarkan tulisannya Komisi II, itu dia ceritakan saat ke kantor saya," kata Elza.
Elza menjadi saksi untuk terdakwa mantan Ketua DPR Setya Novanto dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadan KTP-el yang merugikan keuangan negara senilai Rp 2,3 triliun. Miryam S Haryani sendiri sudah divonis lima tahun penjara karena dinilai terbukti memberikan keterangan tidak benar dalam persidangan kasus korupsi KTP-el.
"Bu Miryam awalnya mengaku tidak tahu kotak itu berisi uang, lalu akhirnya diberikan ke ketua komisi II, saya tidak tahu ketua komisi II siapa dan dibuka sama-sama ternyata uangnya dolar. Bu Miryam lalu diperintahkan agar semuanya dibagikan ke Komisi II, kalau dihitung-hitung nilai untuk masing-masing anggota Rp 30 juta," ungkap Elza.
Elza mengetahui hal itu dari Miryam karena Miryam membawa BAP miliknya ketika diperiksa di KPK kepada Elza. Elza dan Miryam sudah berteman lama dan sama-sama pengurus di partai yang sama.
Sayangnya pengakuan bagi-bagi uang Miryam itu lalu dicabut dalam sidang untuk terdakwa mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri Irman dan mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) Kemendagri Sugiharto.
"Miryam selanjutnya mengatakan sebagian benar, sebagian tidak. Saya belum sampai bertanya ke perincian, yang dia benarkan kalau tidak salah nomor 15 yang terima uang dari Faisal Akbar dan Djamal Aziz, itu yang membuat dia sesak," tambah Elza.
Elza mengaku bahwa Miryam beberapa kali bercerita bahwa ia ditekan oleh rekan-rekan satu partainya yaitu Faisal Akbar dan Djamal Aziz karena keduanya mengatakan bahwa uang yang mereka terima bukan milik mereka melainkan milik anggota DPR dari fraksi Partai Golkar Markus Nari. Sehingga, keduanya mendesak agar Miryam mencabut BAP-nya di KPK.
"Saya tidak tahu bu Miryam mencabut BAP. Saya dengar dia cabut BAP lalu saya sempat kirim Whatsapp, Yani tapi tidak dijawab lalu tidak pernah bertemu lagi dan hanya ketemu saat persidangan sampai sekarang," ungkap Elza.
Namun, Elza mengaku Miryam tidak pernah mengatakan, mendapat tekanan dari KPK. Miryam hanya mengaku grogi saat diperiksa sebagai saksi.
"Yang ia sesalkan hanya kenapa BAP sudah beredar ke banyak orang sehingga ia mendapat banyak tekanan, tidak nyaman dan jadi terisolir. Dia tidak ada cerita soal ditekan KPK, hanya merasa grogi saat diperiksa KPK meski saya katakan biasa untuk orang yang baru pertama kali diperiksa KPK," ungkap Elza.
Dalam perkara ini Setnov diduga menerima 7,3 juta dolar AS dan jam tangan Richard Mille senilai 135 ribu dolar AS dari proyek KTP-el. Total kerugian negara akibat proyek tersebut mencapai Rp 2,3 triliun.