Ahad 25 Feb 2018 06:00 WIB

Apa Saja Kriteria Pendamping Jokowi di Pilpres 2019?

Latar belakang cawapres penting masuk dalam kriteria pendamping Jokowi.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Andi Nur Aminah
Pengamat politik, Pangi Syarwi Chaniago
Foto: dok. Pribadi
Pengamat politik, Pangi Syarwi Chaniago

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik Syarwi Pangi Chaniago menilai calon wakil presiden yang mungkin mendampingi Joko Widodo (Jokowi) harus mempunyai kriteria-kriteria tertentu. Sebelumnya, pada rapat kerja nasional (Rakernas) partai demokrasi Indonesia perjuangan (PDIP) III di Bali Jumat (23/2) lalu, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri resmi mencalonkan Jokowi sebagai calon presiden (capres) pada pemilihan presiden (pilpres) 2019.

"Sebelum menjawab siapa yang pas mendampingi Jokowi, bahas dulu tulangnya sebelum ke dagingnya," ujar Syarwi saat dihubungi Republika.co.id, Sabtu (24/2).

Pertama dengan melihat kriteria. Kedua, dengan melihat dari sisi koalisi partai Jokowi. Kemudian dilihat dari kalkulasi dan perhitungan positif dan negatif atau baik buruk dari masing-masing nama yang diusung.

Dari kriteria itu, Jokowi bisa ambil dari popularitas dan elektabilitas dari nama-nama yang diusung. Penting pula dari kriteria menyoal latar belakang cawapres. "Apakah Jokowi akan mengambil dari militer semisal ada Gatot dan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Atau Jokowi akan mengambil dari latar belakang ekonomi. Atau dari tokoh agama dan ulama serta santri yang merujuk pada TGB," ujarnya.

Jokowi juga bisa mengambil cawapresnya dari selera partai dalam mengusungkan cawapres-nya. Menurut Syarwi, hal yang tidak kalah penting yang menjadi pertimbangan adalah dilihat apakah sosok cawapres-nya berasal dari Jawa atau luar Jawa.

Merepresentasikan penantang cawapres, Syarwi menyarankan Jokowi mengambil dari TGB. Atau Ahmad Heriawan (Aher) dari partai keadilan sejahtera (PKS). Dia beralasan, mengapa Aher, sebab menurutnya dengan melihat popularitas dan terbukti ia memimpin di wilayahnya selama dua periode.

"Namun, PKS belum tentu mau. Kalau PKS bergabung ke Jokowi, itu kan partai oposisi, kemungkinan elektabilitas PKS menurun jika ada kadernya yang diusungkan mendampingi Jokowi," ujarnya.

Meskipun begitu, menurutnya sentimen terhadap Jokowi akan terus muncul di masa pilpres ini. Polanya mungkin terulang seperti Pilkada DKI Jakarta 2017 namun tidak bisa disamakan persis dengan Pilkada DKI 2017. "Masih jauh titik temunya. Tapi, kalau dua putaran, memungkinkan," kata dia.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement