Kamis 22 Feb 2018 21:07 WIB

Elektabilitas Jokowi dan Prabowo Terus Menurun, Mengapa?

Sebaliknya, elektabilitas mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo naik 5 persen

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Bilal Ramadhan
Presiden Joko Widodo dan Ketua Umum DPP Partai Gerakan Indonesia Raya Prabowo Subianto (kanan)
Foto: Antara/Widodo S. Jusuf
Presiden Joko Widodo dan Ketua Umum DPP Partai Gerakan Indonesia Raya Prabowo Subianto (kanan)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif lembaga survei Media Survei Nasional (Median) Rico Marbun menuturkan elektabilitas Presiden RI Joko Widodo dari bulan ke bulan terus mengalami penurunan tipis. Salah satu faktor dominan dari penurunan ini karena kesejahteraan ekonomi yang belum dirasakan masyarakat.

"Secara konsisten suara Jokowi mengalami penurunan," kata dia dalam peluncuran hasil survei terkait elektabilitas sejumlah tokoh nasional jelang Pilpres 2019, di Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (22/2).

Rico menjelaskan, pada April 2017 lalu, elektabilitas berada di angka 36,9 persen lalu turun menjadi 36,2 persen pada Oktober 2017. Kemudian, turun lagi menjadi 35,0 persen pada Februari 2018 ini.

Elektabilitas mantan wali kota Surakarta ini pun tidak pernah beranjak lebih dari 50 persen. Dari hasil survei itu pula, papar Rico, ada 65 persen publik yang belum mau memilih Jokowi.

Menurutnya, angka tersebut cukup besar dan harus diwaspadai oleh calon pejawat. Karena itu, sebetulnya pertarungan di bursa capres 2019 belum berakhir karena masih ada kemungkinan munculnya calon-calon yang baru.

Sementara itu, elektabilitas Prabowo pun mengalami penurunan seperti Jokowi. Elektabilitasnya mengalami penurunan menjadi 21,2 persen dari sebelumnya sebesar 23,3 persen pada Oktober 2017.

"Dua figur itu sebenarnya mulai memudar popularitas dan elektabilitasnya. Dan pada saat yang sama, penantang lain mengalami kenaikan, seperti elektabilitas Gatot yang naik menjadi 5 persen," kata dia.

Rico mengungkapkan, faktor elektabilitas Jokowi menurun karena dipengaruhi 37,9 persen pemilih yang menilainya tidak mampu mengatasi masalah perekonomian bangsa. Sebanyak 32,1 persen pemilih menganggap mampu dan 30,0 persen tidak menjawab.

Dalam survei tersebut, responden juga ditanyakan soal hal apa yang paling meresahkan kehidupan saat ini. Persentase paling tinggi, yakni 15,6 persen pemilih menganggap kesenjangan ekonomi masih menjadi masalah yang paling meresahkan. Kemudian di bawahnya, yaitu 13,1 persen pemilih menilai harga kebutuhan pokok yang tinggi menjadi persoalan paling mencemaskan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement