Kamis 22 Feb 2018 19:22 WIB

Parpol Masih Dilarang Berkampanye di Media Massa, PSI Protes

Tidak hanya parpol, televisi juga keberatan atas aturan larangan kampanye ini.

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Andri Saubani
Ketua Umum PSI,  Grace Natalie, di Kantor DPP PSI,  Tanah Abang,  Jakarta Pusat,  Kamis (22/2). Grace mengkritisi aturan larangan iklan kampanye parpol di media massa.
Foto: Republika/Dian Erika Nugraheny
Ketua Umum PSI, Grace Natalie, di Kantor DPP PSI, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Kamis (22/2). Grace mengkritisi aturan larangan iklan kampanye parpol di media massa.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Grace Natalie, menyayangkan adanya aturan larangan pemasangan iklan kampanye partai politik (parpol) di media massa. Menurut Grace, aturan ini tidak adil bagi parpol baru.

"Kami sebenarnya menyayangkan (aturan tersebut). Karena kalau pertimbangannya untuk kesetaraan, hal ini tidak setara," tegas Grace ketika dijumpai wartawan di Kantor DPP PSI, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Kamis (22/2).

Menurut dia, parpol-parpol yang sebelumnya sudah ikut pemilu sudah memiliki nama, dan sudah dikenal luas oleh masyarakat. Sebaliknya, ada parpol-parpol baru yang sama sekali belum pernah ikut pemilu.

"Parpol baru ini baru lahir, ibaratnya masih bayi. Beberapa tokoh yang bergabung dengan parpol baru mungkin sudah dikenal sebagian masyarakat. Tetapi untuk masyarakat luas belum tentu mengenal. Jadi tetap perlu ada sosialisasi, " papar Grace.

Sebagai parpol baru, lanjut Grace, PSI belum melakukan pemasangan iklan di televisi. Namun, Grace mengungkapkan jika saat ini pihaknya sedang berencana menyusun iklan di televisi.

Bahkan, sudah ada penggalangan dana yang dikakukan PSI dan rencananya digunakan untuk biaya iklan kampanye di televisi. Grace mengatakan, pemasangan iklan di media massa dipilih karena pertimbangan waktu dan biaya.

"Sebab waktu yang tersisa sudah tinggal sedikit dan ternyata menurut perhitungan kami, biaya iklan di lebih murah jika dibandingkan ketika kita harus kampanye manual di 34 provinsi, baik lewat tim yang turun ke daerah, spanduk dan sebagainya, " jelas dia.

Karena itu, PSI mengusulkan agar aturan larangan iklan kampanye di media massa ini dipertimbangkan kembali. Pihaknya juga mengusulkan ada keleluasaan untuk melakukan sosialisasi.

"Kami harap ada keleluasaan selama tidak menyebutkan misalnya coblos nomor sekian. Sebab saat ini kan memang belum masuk masa kampanye. Tetapi untuk memperkenalkan diri, saja masak tidak boleh. Padahal rumus dasar untuk dipilih adalah dikenal. Kalau tidak dikenal maka orang tidak akan memilih, " tutur Grace.

Dia menambahkan, masukan ini belum disampaikan secara langsung kepada KPU. Pihaknya akan segera menyampaikan usulan PSI baik kepada KPU dan Bawaslu.

Sebelumnya, Komisioner KPU, Wahyu Setiawan, mengungkapkan bahwa banyak parpol yang merasa keberatan terhadap larangan kampanye di media massa. Selain parpol, stasiun televisi juga menyatakan keberatan dengan aturan larangan iklan kampanye parpol di media massa.

"Benar bahwa parpol dan juga pihak televisi merasa keberatan dengan larangan iklan kampanye parpol di media massa. Kami memahami bahwa ada pertalian antara iklan dengan pemasukan (pemasukan kepada media televisi)," ungkap Wahyu ketika ditemui di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (21/2).

Dia pun mengungkapkan jika masa jeda selama tujuh bulan sebelum masa kampanye pemilu dimulai pada 23 September mendatang banyak menuai protes oleh parpol. Menurutnya, parpol meminta tetap ada kebebasan untuk melakukan sosialisasi dan iklan di media massa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement