REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setahun jelang pemilihan presiden (pilpres), suasana politik semakin hangat dengan nuansa pencalonan penantang Joko Widodo (Jokowi) di 2019. Survei terbaru dari lembaga survei Median, elektabilitas Jokowi masih tertinggi di angka 35 persen disusul Prabowo 21 persen.
Masih tingginya elektabilitas Jokowi ini dianggap satu-satunya calon yang hanya berpotensi bersaing hanya Prabowo. Jika Probowo dianggap secara elektabilitas sudah dikenal di masyarakat, bagaimana peluang capres baru muncul di 2019?
Dalam survei Median terbaru beberapa nama seperti Gubernur DKI Anies Baswedan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), mantan Panglima TI Gatot Nurmantyo dianggap cukup berpeluang. Namun, angka elektabilitasnya masih dibawah 10 persen.
"Tapi dalam politik pemenangan, ada namanya momentum dan bagaimana menjual program. Pertanyaanya kalau mau menjual nama selain Prabowo dan Jokowi, apa yang mau dijual ke publik," ujar Ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan (PSPK) Universitas Padjadjaran kepada wartawan, Kamis (22/2).
Ia menilai, setidaknya ada empat hal yang perlu diperhitungkan pendatang baru untuk bersaing melawan Jokowi di pilpres 2019. Pertama soal logistik, dana untuk pilpres tidak sedikit. Setidaknya dibutuhkan paling tidak sekitar Rp 3-5 triliun untuk persiapan logistik pilpres.
Kedua soal figur. Menurut dia pendatang baru perlu memfigurkan diri agar bisa bekerja baik di masyarakat. Sebab, publik saat ini tidak lagi sekedar menilai figur dari sosoknya yang ganteng, gagah dan tegap, tapi apa kerja yang telah ditunjukkan kepada masyarakat.
Ketiga, lanjut dia, soal ideologi. Tawaran ideologi akan sangat penting sebagai pembeda antara satu calon dengan calon yang lain. "Tidak sekedar populis, tapi bisa memperkuat basis politik di masyarakat," terangnya.
Keempat tentu soal program. Bagaimana calon capres yang baru menawarkan program sehingga menjadi pijakan yang lebih kuat ke masyarakat. Apa program yang ditawarkan dan apa perbedaannya antara satu calon dengan calon lain.
Jangan sampai program yang ditawarkan ternyata tidak menarik, atau justru membuat kemunduran bagi masyarakat. Apalagi kalau program yang ditawarkan ternyata telah dijalankan oleh calon pejawat sebelumnya. "Jadi empat hal ini yang perlu dipertimbangkan oleh calon penantang Jokowi di 2019 mendatang," ungkapnya.
Kalaupun saat ini Jokowi dianggap ada kekurangan, seperti dimunculkan sentimen anti-Islam. Menurutnya hal itu bisa jadi lebih pada persepsi. Persepsi itu dibombardir seperti Jokowi anti-Islam, persepsi Jokowi dukung PKI dan persepsi Jokowi antiulama dan sebagainnya.
"Walaupun persepsi itu juga tidak bisa dibuktikan dengan nyata. Persepsi itu belum tentu benar, tapi persepsi itu diciptakan orang untuk dikonsumsi ke masyarakat."