REPUBLIKA.CO.ID COTONOU -- Pertemuan Tahunan ke-6 OIC-Broadcasting Regulatory and Authority Forum (IBRAF) di Cotonou, Benin, ditutup dengan disepakatinya Cotonou Declaration on Al Quds. Para peserta deklarasi tersebut hadir dengan pertimbangan penolakan terhadap penetapan Yerussalem sebagai ibukota Israel.
Penolakan ini dilandasi alasan kemanusiaan dalam sejarah berdirinya negara Palestina, dan demi menjaga keberadaan historis dan kesakralan Al Quds dan Haram Al-Sharif sebagai pusat tiga agama besar di dunia.
Sebagai organisasi yang berada di bawah Organisasi Kerjasama Islam (OKI), IBRAF berkomitmen kuat mendukung prinsip dan tujuan yang tercantum dalam Piagam OKI tentang Al Quds.
Karena itu, dalam naskah deklarasi juga menekankan pentingnya pelestarian kesucian dan status sejarah Al Quds dan Haram al-Sharif untuk dunia Islam, serta mempertahankan sifat multi-agama Al Quds. IBRAF menilai penting adanya kerjasama dan koordinasi dalam membela Palestina dan Al Quds melalui bidang media audio visual.
Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Yuliandre Darwis yang hadir dalam pertemuan tersebut menjelaskan, deklarasi Cotonou menyepakati agar otoritas pengawas penyiaran di seluruh negara anggota IBRAF memastikan lembaga penyiaran di bawah kewenangannya untuk menggunakan bahasa audio visual yang peka dan penuh pertimbangan dalam pembuatan program tentang Al Quds.
Deklarasi ini juga, kata Yuliandre, mendorong lembaga penyiaran untuk menyediakan ruang di media untuk menggarisbawahi pentingnya perlindungan karakter multi-budaya dan multi-agama di Al Quds. Serta membangun perdamaian dan stabilitas di wilayah tersebut secara khusus dan di dunia secara keseluruhan.
Menurun siaran tertulis Komisi Penyiaran Indonesia yang diterima Republika, Rabu (21/2), Yuliandre yang baru saja meletakkan jabatan sebagai Presiden IBRAF menegaskan pula komitmen Indonesia untuk mendukung deklarasi Cotonou. Apalagi pemerintah Indonesia sudah menyatakan sikap yang tegas atas eksistensi Palestina dan Al Quds.
"Kami yakin dengan memberikan ruang yang adil dan proporsional terhadap masalah Palestina dan Al Quds di media massa, akan menjadi salah satu kontribusi dunia penyiaran dalam menjunjung hak asasi manusia serta menjaga keharmonisan antar ummat beragama dan masyarakat dunia," ujar Yuliandre.