REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Upaya mitigasi kebakaran hutan dan lahan di wilayah Sumatra Barat cukup terbantu dengan tingginya curah hujan yang terjadi dalam beberapa pekan terakhir. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebutkan bahwa Sumbar terbebas dari titik panas pada Rabu (21/2) sore ini. Berdasarkan pantauan satelit, tiga titik panas justru muncul di Riau.
Kepala Seksi Observasi dan Informasi BMKG Ketaping, Budi Samiaji, berpandangan bahwa naiknya tren curah hujan di wilayah Sumatra Barat cukup efektif dalam menekan risiko kebakaran hutan dan lahan. Sebaliknya, Sumbar justru menghadapi risiko banjir dan tanah longsor seperti yang sudah terjadi di beberapa titik di provinsi ini dalam satu pekan terakhir. "Hujan masih cukup bagus. Trennya malah meningkat sehingga potensi kebakaran hutan di Sumbar sangat kecil," ujar Budi, Rabu (21/2).
Sementara itu, Wakil Gubernur Sumatra Barat Nasrul Abit mengingatkan masyarakat khususnya pemilik ladang atau kebun untuk tidak membuka lahan dengan cara dibakar. Pihaknya mencatat, risiko kebakaran hutan dan lahan tertinggi terjadi di Kabupaten Pasaman.
Selain melakukan sosialisasi kepada warga, Pemprov Sumbar juga meminta masing-masing bupati dan wali kota untuk memastikan mitigasi bencana kebakaran hutan dan lahan bisa diminimalisir. Pemprov, Nasrul mengatakan, sudah berkoordinasi dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) terkait upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan. "Risiko membuka lahan dengan dibakar itu besar sekali. Kalau terbakar, imbasnya juga ke kita semua. Saya minta bupati dan wali kota pastikan daerahnya aman," ujar Nasrul.
Berbeda dengan Sumbar yang masih relatif aman terhadap ancaman kebakaran hutan dan lahan, empat provinsi di Indonesia sudah menetapkan status siaga darurat. Keempatnya adalah Sumatra Selatan, Riau, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah. Masing-masing gubernur menetapkan status siaga darurat Karhutla berdasarkan pertimbangan telah ditetapkannya beberapa kabupaten/kota di wilayahnya yang menetapkan siaga darurat karhutla, adanya peningkatan jumlah titik panas (hotspot), masukan dari BPBD, dan pengalaman penganan karhutla sebelumnya.
Berdasarkan rilis dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), daerah-daerah yang berada di sekitar garis khatulistiwa saat ini memasuki musim kemarau periode pertama seperti Riau, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah yang memiliki pola hujan ekuatorial. Polanya, antara pertengahan Januari hingga Maret wilayah tersebut mengalami kemarau pertama. Kemudian berlanjut Maret-Mei masuk musim penghujan, dan Juni-September kemarau kedua yang lebih kering. Karhutla umumnya meningkat pada periode kedua musim kemarau ini.