Selasa 20 Feb 2018 17:05 WIB

Yasonna: Revisi UU MD3 Telah Melalui Perdebatan Panjang

Presiden kemungkinan tidak akan menandatangani UU MD3.

Menkumham Yasonna H Laoly (kiri) bersiap mengikuti rapat kerja dengan Badan Legislasi terkait pengambilan keputusan revisi UU MD3 (MPR, DPR, DPD, DPRD) di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (7/2) malam.
Foto: ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
Menkumham Yasonna H Laoly (kiri) bersiap mengikuti rapat kerja dengan Badan Legislasi terkait pengambilan keputusan revisi UU MD3 (MPR, DPR, DPD, DPRD) di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (7/2) malam.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly mengatakan bahwa revisi Undang-Undang No 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) yang sudah disepakati rapat paripurna DPR telah melalu perdebatan panjang. Presiden kemungkinan tidak akan menandatangani UU MD3.

"Ini kan saya belum lapor ke presiden tentang MD3 dengan segala kompleksitasnya, baru saya lapor. Beliau concern tentang berita-berita soal imunitas DPR, pemanggilan paksa," ujarnya, Selasa (20/2).

Dalam rapat paripurna DPR pada Senin (12/2), disepakati perubahan kedua UU MD3 dengan beberapa perubahan yaitu penambahan jumlah pimpinan yaitu tiga di MPR, satu di DPR, dan satu di DPD. Kedua, mekanisme pemanggilan paksa terhadap pejabat negara atau masyarakat dengan melibatkan aparat Kepolisian.

Terdapat beberapa pasal UU MD3 yang menjadi sorotan publik yaitu Pasal 245 dinyatakan, pemanggilan dan permintaan keterangan kepada anggota DPR sehubungan dengan terjadinya tindak pidana yang tidak sehubungan dengan pelaksanaan tugas harus mendapatkan persetujuan tertulis dari Presiden setelah mendapatkan pertimbangan dari Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).

Selanjutnya Pasal 122, DPR memberikan kewenangan kepada MKD untuk mengambil langkah hukum dan/atau langkah lain terhadap orang, kelompok, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR. Dan Pasal 73, DPR memiliki kewenangan memanggil pejabat negara, pejabat pemerintah, badan hukum, atau warga masyarakat secara paksa dengan ancaman sandera.

"Yang perlu saya sampaikan ini, ini yang kami sahkan ini sebenarnya dulunya hanya satu soal yang disepakati dan pemerintah mengajukan DIM (Daftar Isian Masukan) dan satu soal itu penambahan pimpinan kami sepakat. Tapi dalam perkembangannya teman-teman di DPR membuat tambahan pasal yang sangat banyak sekali dan boleh saya katakan melalui perdebatan panjang dan alot," ungkap Yasonna.

Dalam UU MD3 juga disepakati ada tambahan satu orang ketua (di DPR) dan tujuh wakil ketua (untuk MPR) dan sepakat semuanya untuk penambahan satu (pimpinan) di DPR. Artinya, jumlah pimpinan DPR menjadi enam. Sedangkan MPR menjadi delapan orang pimpinan. Fraksi PDIP yang menang dalam Pemilu 2014 dipastikan mendapat masing-masing satu kursi pimpinan DPR/MPR.

Terkait dengan hak imunitas DPR, Yasonna mengatakan bahwa pengaduan bagi orang yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR harus melalui Mahkamah Kehormatan Dewan. Sehingga menurut Yasonna tidak perlu ada kekhawatiran berlebihan mengenai hal tersebut.

"Jadi tidak langsung, tapi Mahkamah Kehormatan Dewan menimbang dulu benar tidak merendahkan, ada filter di Mahkamah Kehormatan Dewan. Itu yang menjadi perdebatan kita," tutur Yasonna.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement