Kamis 15 Feb 2018 21:27 WIB

Fredrich Merasa Dianggap Sebagai Tukang Asongan

Hari ini, Fredrich membacakan keberatan atau eksepsi atas dakwaan jaksa KPK.

Mantan pengacara Setya Novanto, Fredrich Yunadi menunjukan surat eksepsinya usai menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (8/2).
Foto: Republika/Prayogi
Mantan pengacara Setya Novanto, Fredrich Yunadi menunjukan surat eksepsinya usai menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (8/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengacara Fredrich Yunadi merasa dirinya menjadi 'tukang asongan' dengan tuduhan menawarkan diri sebagai pengacara mantan ketua DPR Setya Novanto. Hari ini, Fredrich membacakan keberatan atau eksepsi atas dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) KPK.

"JPU menghina harkat dan martabat kami dengan memfitnah bahwa kami menawarkan diri ke SN (Setya Novanto) bagaikan tukang asongan dan menyarankan agar SN tidak perlu hadir dengan alasan pemanggilan harus seizin Presiden," kata Fredrich saat membacakan nota keberatan (eksepsi) di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (14/2).

Fredrich didakwa bekerja sama dengan dokter dari Rumah Sakit Medika Permata Hijau Bimanesh Sutarjo bekerja sama untuk menghindarkan ketua DPR Setya Novanto untuk diperiksa dalam perkara korupsi KTP-Elektronik (KTP-el). Dalam dakwaan jaksa, Fredrich dituduh menawarkan diri untuk membantu mengurus permasalahan hukum yang dihadapi oleh Setya Novanto karena sudah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan KTP-el 2011-2012.

Kemudian Fredrich dituduh menyarankan agar Setya Novanto tidak perlu datang memenuhi panggilan penyidik KPK dengan alasan untuk proses pemanggilan terhadap anggota DPR harus ada izin dari Presiden. Fredrich juga mengajukan uji materi (judicial review) ke Mahkamah Konstitusi sehingga Setya Novanto menyetujui terdakwa sebagai kuasa hukumnya sebagaimana surat kuasa tertanggal 13 November 2017.

"Padahal SN sebagai ketua DPR wajib membuka sidang paripurna. Kantor kami tidak pernah menawarkan diri sebagaimana dakwaan karena kami kuasa hukum SN sejak September 2017, tapi setiap kasus kami wajib persiapkan surat kuasa khusus. Kami sangsi pengusaan ilmu hukum JPU mengenai surat kuasa khusus," tambah Fredrich.

Menurut Fredrich, pemanggilan Setnov di rumahnya berlangsung dramatis dengan melibatkan 32 penyidik, 42 orang anggota Brimob dan 200 jurnalis yang mengepung rumah Setnov di Jalan Wijaya, Kebayoran Baru pada 15 November 2017.

"Padahal ada mertua, anak SN dan anak-anak yatim piatu yang sedang pengajian. Kami minta penyidik yang tidak pakai seragam dan berpakaian selayaknya preman untuk menunjukkan identitas yang sah tapi hanya menunjukkan kartu peneng, dan tidak ada kartu anggota KPK," kata Fredrich sengit.

Penyidik, menurut Fredrich, dipimpin Ambarita Damanik mengatakan bahwa KPK bekerja sesuai dengan SOP. Sebaliknya, Fredrich pun tidak dapat menunjukkan surat kuasa sebagai penasihat hukum Setnov.

"Saat A Damanik tanya surat kuasa SN, kami jawab tidak bawa karena saat itu pukul 20.30 di luar jam kerja dan kami diminta SN datang ke rumah padahal sejak pukul 09.00 sampai 18.30 WIB sebelumnya kami sudah bersama SN dengan petinggi Golkar dan DPR," tambah Fredrich.

Ia pun menantang agar ada saksi verbal lisan yang dikonfrontasi di persidangan ini dengan Deisty Astriani Tagor (istri Setnov) dan ajudan Deisty.

"Keberadaan SN yang menuju Bogor dan menginap di Sentul adalah keterangan sepihak JPU. Kami sama sekali gak tau berita tersebut, asumsi JPU KPK dalam dakwaan seolah-olah kami tahu penipuan dan sengaja berbohong dilakukan JPU KPK hendak membodohi majleis hakim dan mencoba membangun skenario sinetron untuk menjerat kami," tambah Fredrich.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement