Rabu 14 Feb 2018 14:25 WIB

Tujuh Bahasa Daerah di Maluku Punah

Puluhan Bahasa di Kabupaten Maluku Tengah terancam punah.

Seorang perempuan membaca salah satu buku sastra daerah dalam Kongres Internasional II Bahasa-bahasa Daerah Sulawesi Selatan di Makassar (ilustrasi).
Foto: Antara/Dewi Fajrian
Seorang perempuan membaca salah satu buku sastra daerah dalam Kongres Internasional II Bahasa-bahasa Daerah Sulawesi Selatan di Makassar (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,  AMBON -- Tujuh bahasa daerah di Maluku saat ini dinyatakan telah punah. Ketujuhnya adalah bahasa Kayeli, Palumata, Moksela, Hukumina dari Kabupaten Buru, bahasa Piru dari Seram Bagian Barat, bahasa Loun dari Seram Utara, serta bahasa di Kabupaten Maluku Tengah, dan Pulau Ambon.

Kepala Kantor Bahasa Provinsi Maluku Asrif mengatakan,  di Maluku ketujuh bahasa tersebut sudah tidak lagi ada.

"Bahasa di Kabupaten Maluku Tengah semua berstatus terancam punah, tidak ada satu pun bahasa yang berstatus aman karena pengaruh melayu Ambon ataupun bahasa Indonesia yang kuat, belum lagi yang terbaru di teluk Elpaputih Kabupaten Maluku Tengah, Suru di Seram Bagian Timur (SBT) telah hilang, ditambah bahasa di pulau Buru," katanya di Ambon, Rabu (14/2).

Menurut dia, punahnya bahasa tersebut disebabkan beberapa faktor, seperti pada zaman Belanda hingga masa kemerdekaan terjadi pelarangan penggunaan bahasa itu di lembaga pendidikan, rumah ibadah bahkan kantor-kantor Belanda.

Kondisi tersebut berpengaruh hingga saat ini, selain itu bencana alam yang menimpa permukiman warga sehingga berdampak pada perpindahan penduduk, penggunaan bahasa Melayu Ambon yang mengakibatkan peralihan bahasa.

Potensi punahnya bahasa daerah, juga disebabkan pergeseran nilai budaya di masyarakat, yakni anggapan pemakaian bahasa daerah disebut-sebut kampungan, khususnya bagi generasi muda.

"Anak muda yang menggunakan Bahasa daerah Maluku "dibully", tetapi jika melihat orang lain menggunakan bahasa daerah, seperti Bugis maupun Jawa terlihat sikap ambigu pada diri anak muda Maluku," ujarnya.

Asrif menjelaskan, seharusnya anak muda maluku mengetahui dan melestarikan bahasa daerah. Dengan menghargai bahasa berarti menjadi perawat budaya karena semua budaya terumpun dalam bahasa.

"Menjadi pelestari budaya yang tertinggi adalah perawat bahasa, harusnya anak muda Maluku memahami pentingnya merawat bahasa daerah karena merawat bahasa berarti kita menghormati leluhur," tandasnya.

Ditambahkannya, 22 bahasa daerah lainnya yang terancam punah terdapat di lima kabupaten, yakni Kabupaten Buru sebanyak dua bahasa, Kabupaten Maluku Tengah sebanyak tujuh bahasa, Kabupaten Maluku Tenggara satu bahasa, Kabupaten Seram Bagian Barat satu bahasa dan Kabupaten Seram Bagian Timur enam bahasa.

"Punahnya bahasa daerah ini menuntut kita untuk melakukan penanaman nilai budaya pada generasi muda, lewat pendampingan atau edukasi, karena selam ini generasi muda menggangap bahasa daerah itu kampungan," ujarnya. ***4***Budi Suyanto

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement