REPUBLIKA.CO.ID,BANYUMAS -- Anggota DPR Fraksi Partai Gerindra, Novita Wijayanti mengajak seluruh elemen masyarakat untuk tetap mempertahankan struktur negara yang dikenal sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI, serta mempertegas sistem pemerintahan presidensial. Hal ini sesuai dengan yang diamanatkan dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, atau disingkat 1945 atau UUD 45,
Novita mengatakan UUD 45 adalah dasar hukum tertulis (hukum dasar), konstitusi pemerintahan Republik Indonesia saat ini. UUD 1945 disahkan menjadi undang-undang oleh negara secara PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945.
Dia menjelaskan, sejak tanggal 27 Desember 1949, dalam Konstitusi Indonesia berlaku RIS, dan sejak 17 Agustus 1950 di Indonesia berlaku UUDS 1950. Keputusan Presiden 5 Juli 1959 kembali memberlakukan UUD 1945, menegaskan dengan DPR pada 22 Juli 1959. "Pada periode 1999-2002, UUD 1945 mengalami 4 kali perubahan amandemen, yang mengubah pengaturan lembaga," kata Novita dalam siaran persnya kepada Republika.co.id, Rabu (14/2).
Dalam Sosialisasi 4 Pilar Berbangsa dan Bernegara yang dilaksanakan di Aula Desa Patikraja Kabupaten Banyumas pada Senin (12/2), Novita memaparkan, sebelum amandemen 1945 terdiri dari Pembukaan, Tubuh 16 bab, 37 pasal, 65 ayat, ayat 16 berasal dari 16 bab yang hanya terdiri dari satu ayat dan 49 ayat dari 21 pasal yang terdiri dari 2 ayat atau lebih, Aturan Peralihan pasal 4, dan 2 ayat Aturan Tambahan, serta penjelasan. "Setelah 4 kali perubahan, UUD 1945 memiliki 16 bab, 37 pasal, 194 ayat, Pasal 3 Aturan Peralihan, dan 2 Aturan Tambahan bagian. Dalam Berita Acara Sidang Tahunan 2002, diterbitkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 satu naskah, seperti Naskah perbantuan dan Kompilasi Tanpa Ada Opini," katanya.
Novita mengingatkan, tujuan perubahan UUD 1945 ketika itu meningkatkan aturan dasar seperti tatanan negara, kedaulatan, hak asasi manusia, pembagian kekuasaan, eksistensi demokrasi dan supremasi hukum, serta hal-hal lain sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan pembangunan bangsa. Menurutnya, perubahan perjanjian tidak mengubah UUD 1945, tetap mempertahankan struktur negara kesatuan atau selanjutnya dikenal sebagai Negara Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI, serta mempertegas sistem pemerintahan presidensial.